Bali.WAHANANEWS.CO, Denpasar - Gubernur Bali, Wayan Koster, resmi mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah.
Kebijakan ini bertujuan untuk menanggapi masih rendahnya efektivitas pengurangan plastik sekali pakai, khususnya di pasar tradisional, serta untuk mempercepat penanganan persoalan sampah yang terus menjadi isu utama di Bali.
Baca Juga:
Perketat Aturan, Gubernur Bali Akan Tindak Tegas Turis Nakal Mulai Pekan Depan
“Di hotel, restoran, mall, dan pasar modern sangat efektif, relatif sukses karena 90 persen lebih itu sudah menerapkan (larangan plastik sekali pakai). Yang belum sukses, kaitannya dengan penggunaan plastik sekali pakai ini di pasar-pasar tradisional. Masih marak terutama tas kresek,” ucap Koster dalam konferensi pers di Rumah Jabatan Gubernur Bali, Jayasabha, Minggu (06/04/2025).
Selain menyoroti kondisi pasar tradisional, Koster juga menekankan bahwa pengolahan sampah berbasis sumber di desa belum optimal. Dari 636 desa di Bali, baru 290 yang menerapkannya, dan sebagian besar belum berjalan maksimal.
“Tentu sekarang situasinya lebih bagus karena pemerintah pusat juga sedang menggencarkan penanganan masalah sampah. Ada arahan langsung dari Bapak Presiden untuk mempercepat penanganan sampah di seluruh Indonesia dan Bali akan menjadi prioritas,” lanjutnya.
Baca Juga:
Bali Atur Ulang Transportasi: Hanya Warga Lokal yang Boleh Beroperasi
Surat Edaran tersebut memuat sejumlah aturan yang mewajibkan pengelolaan sampah dari sumbernya dan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai di berbagai sektor, mulai dari kantor pemerintah, desa dan desa adat, lembaga pendidikan, pasar, pelaku usaha, hingga tempat ibadah.
“Pengelola harus melaksanakan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai sejak surat edaran ini diterapkan. Pengelola juga harus sudah melaksanakan pengolahan sampah berbasis sumber paling lambat tanggal 1 Januari 2026,” tegas Koster.
Pasar Tradisional Jadi Fokus Utama
Penggunaan plastik sekali pakai di pasar tradisional menjadi perhatian serius.
Dalam SE, pengelola pasar diwajibkan untuk secara rutin mengingatkan pedagang dan pengunjung agar membatasi penggunaan plastik dan menerapkan sistem pengelolaan sampah dari sumbernya.
Pedagang dilarang menyediakan kantong plastik atau kresek, dan pengunjung harus membawa tas belanja ramah lingkungan dari rumah.
“Zaman dulu enggak ada tas kresek, tapi jualan ikan jalan terus. Ibu-ibu ke pasar bawa tas untuk belanja, jadi disiapkan sendiri, atau akan menjadi usaha baru bagi pelaku usaha untuk memproduksi tas yang ramah lingkungan. Silakan, ada lahan bisnis baru. Kalau tidak, kembali ke pola lama. Bawa tas sendiri yang ramah lingkungan,” tutur Koster.
Kebijakan ini juga mencakup pelarangan bagi distributor dan produsen air minum dalam kemasan plastik sekali pakai dengan volume di bawah satu liter.
Hanya kemasan botol kaca atau bahan ramah lingkungan yang diizinkan untuk kategori tersebut.
“Saya akan mengumpulkan semua produsen. Ada PDAM, ada perusahaan-perusahan swasta di Bali ini, termasuk Danone akan saya undang. Semua tidak boleh lagi memproduksi minuman kemasan yang 1 liter ke bawah. Ada juga yang air gelas itu, tidak boleh lagi. Kalau galon, boleh,” bebernya.
Sanksi Tegas dan Penghargaan Bagi yang Patuh
Pemprov Bali menerapkan sistem reward and punishment untuk mendorong keberhasilan kebijakan ini. Di tingkat desa dan desa adat, sanksi mencakup penundaan bantuan keuangan, insentif perangkat desa, hingga penghentian akses program khusus.
Untuk pelaku usaha seperti hotel, restoran, kafe, dan pusat perbelanjaan yang melanggar, sanksi berupa peninjauan dan pencabutan izin usaha serta pengumuman secara terbuka di media sosial akan diberlakukan.
“Pengumuman kepada publik melalui berbagai platform media sosial bahwa pelaku usaha dimaksud tidak ramah lingkungan dan tidak layak dikunjungi. Jadi ini ada sanksi sosialnya,” kata Koster.
Sebaliknya, apresiasi diberikan kepada pihak-pihak yang menjalankan kebijakan secara konsisten.
Desa dan desa adat akan mendapatkan bantuan dana tambahan, sementara pengelola pasar, lembaga pendidikan, dan tempat ibadah bisa menerima bantuan fasilitas. Untuk pelaku usaha, penghargaan berupa sertifikat atau predikat "green" akan diberikan.
“Pelaku usaha yang berhasil dengan tuntas melaksanakan pengelolaan sampah berbasis sumber dan pembatasan penggunaan plastik sekali pakai, akan diberikan penghargaan sebagai pelaku usaha yang ramah lingkungan atau green, seperti Green Hotel, Green Mall, dan Green Restaurant,” tambah Koster.
Gerakan Bali Bersih Sampah sebagai implementasi dari SE ini dijadwalkan akan mulai berjalan pada 11 April 2025, dan akan diresmikan langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq.
“Jadi ini konsolidasi sekaligus pelaksanaan dari gerakan Bali bersih sampah. Jangan sampai menunggu saya berakhir di periode yang kedua ini. Kalau bisa di pertengahan periode sudah selesai masalah sampah ini,” tutup Koster.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]