Tohom juga mengingatkan agar pembangunan pariwisata Bali tidak hanya berfokus pada aspek ekonomi, melainkan tetap menempatkan nilai budaya, lingkungan, dan manusia sebagai pondasi utama.
Ia menyoroti fenomena pementasan seni Bali yang kerap tidak sesuai pakem, serta persoalan sampah dan kemacetan sebagai ancaman serius.
Baca Juga:
Banjir Ekstrem Bali Telan 14 Korban Jiwa, Terparah dalam 70 Tahun
“Jika pariwisata hanya mengejar angka kunjungan, maka jati diri Bali akan terkikis. Kita harus membangun pariwisata yang bermartabat, berakar pada budaya, dan berpihak pada masyarakat lokal,” tegasnya.
Menurut Tohom, kolaborasi lintas pihak antara pusat, daerah, dan mitra internasional akan lebih efektif jika berbasis pada prinsip keberlanjutan.
“Bali harus menjadi contoh model pembangunan pariwisata budaya yang tidak sekadar mendatangkan devisa, tapi juga menjaga harmoni dengan lingkungan dan adat,” ujarnya.
Baca Juga:
Fjäll Green Tech Bangunkan Perumahan Hijau Teknologi Ramah Lingkungan
Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini menambahkan, pengembangan pariwisata Bali perlu dikaitkan dengan konsep tata ruang dan keterhubungan antarwilayah.
“Kemacetan, konsentrasi pembangunan di selatan, dan kesenjangan antarwilayah harus diatasi dengan pendekatan aglomerasi yang adil. Jika tidak, pertumbuhan pariwisata Bali akan timpang,” jelasnya.
Ia menilai langkah pemerintah pusat untuk membahas pembangunan bandara baru di Bali Utara dan peningkatan infrastruktur konektivitas merupakan strategi yang tepat.