Biang Kerok Tiket Mahal
Setelah krisis COVID-19, biaya perjalanan udara di Australia naik berkali-kali lipat dibandingkan biaya sebelum pandemi. Para kritikus banyak menyalahkan proteksionisme pasar yang dilakukan pemerintah Australia sebagai biang keroknya.
Baca Juga:
Hannover Messe 2024: Kemenperin Jalin Kerja Sama SDM Industri dengan Mitra Dunia
Kabarnya bulan lalu, Australia menolak tawaran Qatar Airways untuk menambah 21 penerbangan mingguan dari Eropa ke beberapa kota besar di Australia seperti Sydney, Brisbane, hingga Melbourne. Saat ini Qatar Airways memiliki jadwal 28 penerbangan mingguan internasional dari dan ke Australia.
Permintaan Qatar Airways itu diperkirakan akan menambah sekitar satu juta kursi pesawat tambahan setiap tahunnya, sehingga memberikan tekanan pada kenaikan harga tiket pesawat.
Namun, Menteri Transportasi Catherine King berpendapat bahwa usulan tersebut tidak sesuai dengan kepentingan nasional negara tersebut. Dia menggaris bawahi soal kepastian adanya pekerjaan jangka panjang, bergaji tinggi, dan aman bagi warga Australia negerinya sendiri.
Baca Juga:
Indonesia Jalin 13 Perjanjian Kerja Sama Industri pada Hannover Messe 2024
"Tidak sesuai dengan kepentingan nasional, termasuk kebutuhan untuk memastikan adanya pekerjaan jangka panjang, bergaji tinggi, dan aman bagi warga Australia di Australia pada sektor penerbangan," ungkap King.
Keputusan King juga diketahui diambil setelah maskapai penerbangan nasional Australia, Qantas melobi untuk menentang tawaran Qatar Airways.
Qantas mengklaim penerbangan tambahan ini akan mendistorsi pasar penerbangan. Padahal, sebagai maskapai pelat merah pihaknya pernah mengaku tidak akan mampu mengejar peningkatan permintaan penerbangan selama setidaknya dalam lima tahun.