Bali.WAHANANEWS.CO, Denpasar - Gubernur Bali, Wayan Koster, resmi menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 09 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah.
Pembacaan isi SE dilakukan langsung oleh Koster di halaman depan Gedung Gajah, Jayasabha, Denpasar, pada Minggu (6/4/2025).
Baca Juga:
Koster Teken Proyek Bus Listrik Bali-Korea, Bukti Pengakuan Dunia atas Komitmen Lingkungan
Dalam sambutannya, Koster menegaskan bahwa surat edaran tersebut akan mulai berlaku efektif pada Jumat, 11 April 2025.
SE ini disusun berdasarkan 12 dasar hukum, salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
1. SE Diterbitkan untuk Atasi Permasalahan Sampah di Bali
Baca Juga:
Pemprov Bali Terbitkan Aturan Ketat Sampah: Larangan Plastik & Sanksi Sosial Menanti
Penerbitan SE ini berkaitan langsung dengan kebijakan nasional dalam rangka mendukung Gerakan Indonesia Bersih Bebas Sampah.
Dalam surat edaran tersebut disebutkan pelarangan praktik pembuangan sampah secara terbuka (open dumping) di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) maupun langsung ke lingkungan.
Saat ini, seluruh TPA di kabupaten/kota di Bali mengalami kelebihan kapasitas.
Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Bali menilai bahwa sampah harus dikelola secara menyeluruh, mulai dari hulu hingga ke hilir.
Hasil rapat koordinasi antara Pemprov dan pemerintah kabupaten/kota se-Bali pada 12 Maret 2025 menyepakati bahwa penanganan sampah harus menjadi program super prioritas dan bersifat mendesak.
2. Enam Jenis Lembaga Wajib Lakukan Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber
Surat Edaran ini mengharuskan enam jenis lembaga untuk mengelola sampah berbasis sumber serta membatasi penggunaan plastik sekali pakai. Keenamnya meliputi:
- Kantor pemerintah dan swasta
- Desa/kelurahan dan desa adat
- Pelaku usaha (hotel, restoran, pusat perbelanjaan, dan kafe)
- Lembaga pendidikan (sekolah, perguruan tinggi, lembaga pelatihan)
- Pasar
- Tempat ibadah
Sebelumnya, pengelolaan sampah berbasis sumber sudah dimulai di tingkat desa adat dan desa/kelurahan.
“Dari 636 desa sebenarnya sudah 290 desa sudah melaksanakan pengelolaan sampah berbasis sumber, meskipun belum berjalan optimal,” kata Koster.
3. Aturan Larangan, Pengawasan, Sanksi, dan Penghargaan
SE ini juga mengatur delapan poin larangan serta pengawasan.
Salah satu poin utama adalah larangan bagi setiap lembaga usaha untuk memproduksi air minum dalam kemasan plastik sekali pakai dengan volume kurang dari satu liter di wilayah Bali.
Sanksi yang diberikan beragam. Untuk desa yang tidak menjalankan SE, Pemprov akan menunda pemberian bantuan keuangan.
Sementara itu, pelaku usaha yang tidak patuh akan dikenakan dua jenis sanksi:
1. Peninjauan ulang atau pencabutan izin usaha
2. Publikasi identitas usaha sebagai pihak yang tidak ramah lingkungan melalui media sosial dan platform publik lainnya
Di sisi lain, bagi lembaga yang berhasil menerapkan pengelolaan sampah secara optimal, akan diberikan penghargaan berupa insentif dalam bentuk bantuan keuangan.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]