Ia pun mencatat bahwa perubahan atau kerusakan otak akibat Covid-19, rata-rata kecil dan bukan berarti bahwa orang dengan Covid-19 ringan akan menghadapi risiko degenerasi otak. Studi yang dipublikasikan secara online pada 7 Maret di jurnal Nature ini melibatkan 785 orang dewasa di Inggris berusia 51 hingga 81 tahun. Peserta studi telah menjalani pemindaian otak sebelum pandemi Covid-19, sebagai bagian dari proyek penelitian yang disebut UK Biobank.
Dalam kelompok peserta studi tersebut, sebanyak 401 orang tertular Covid-19 di beberapa titik antara dua pemindaian otak, sementara 384 orang lainnya tidak terinfeksi Covid-19.
Baca Juga:
Korupsi APD Covid Negara Rugi Rp24 Miliar, Eks Kadinkes Sumut Divonis 10 Tahun Bui
Hampir semua peserta yang jatuh sakit, yakni 96 persen, memiliki kasus yang lebih ringan. Pemindaian kedua dilakukan rata-rata 4,5 bulan setelah mereka sakit.
Tim Douaud mengungkapkan bahwa rata-rata kelompok peserta dengan Covid-19, menunjukkan perubahan atau kerusakan otak yang lebih besar di area otak tertentu yang berkaitan dengan indera penciuman.
Peneliti menemukan, efek Covid-19 pada otak di kelompok tersebut, sebesar 0,2 persen hingga 2 persen, mereka kehilangan kemampuan jaringan ekstra.
Baca Juga:
Kasus Korupsi APD Covid-19: Mantan Kadinkes Sumut Dituntut 20 Tahun Penjara
Douaud sepakat bahwa kurangnya input sensorik mungkin menjelaskan adanya perubahan di area otak yang berhubungan dengan penciuman.
Namu menurutnya, timnya tidak mengetahui apakah para peserta justru kehilangan indra penciumannya, sehingga mereka tidak bisa mencari korelasi antara gejala tersebut dan perubahan otak.
Para peneliti mampu melihat kinerja peserta pada beberapa tes standar ketajaman mental. Hasilnya, kembali menunjukkan bahwa rata-rata kelompok Covid-19 mengalami penurunan ketajaman mental yang lebih besar.