Akan tetapi, imbuhnya, studi mereka tentang Covid-19 sebabkan perubahan otak pada penyintas Covid-19 ini, dapat menguraikan efek yang diamati dari perbedaan yang mungkin telah ada sebelumnya pada otak para peserta studi sebelum mereka terinfeksi SARS-CoV-2.
Kendati demikian, para peneliti mengatakan bahwa masih ada pertanyaan kunci, yakni apa yang menyebabkan otak berubah atau mengalami kerusakan otak? Studi baru memperkirakan bahwa hingga 30 persen orang dengan Covid-19 telah mengembangkan gejala "jarak jauh" yang mengganggu mereka setelah mereka sembuh dari Covid-19.
Baca Juga:
Korupsi APD Covid Negara Rugi Rp24 Miliar, Eks Kadinkes Sumut Divonis 10 Tahun Bui
Gejala setelah sembuh dari Covid-19 yang dilaporkan itu di antaranya meliputi kelelahan, sakit kepala, sesak napas, hilangnya kemampuan indera penciuman dan indera pengecap, serta masalah dengan memori otak dan konsentrasi yang dikenali sebagai "kabut otak".
Selain itu, para peneliti juga belum tahu apa yang menyebabkan gejala long covid terjadi, atau mengapa gejala-gejala itu bisa menyerang setelah infeksi Covid-19 ringan.
Peneliti menyebut bahwa sebuah teori merujuk pada aktivasi sistem kekebalan yang berlebihan, yang menyebabkan peradangan yang meluas di tubuh. Joanna Hellmuth, ahli saraf di University of California, San Francisco, mempelajari gejala pasca-Covid.
Baca Juga:
Kasus Korupsi APD Covid-19: Mantan Kadinkes Sumut Dituntut 20 Tahun Penjara
Dia mengatakan bahwa tidak jelas apa yang mungkin menyebabkan perubahan otak yang terlihat dalam penelitian efek Covid-19 pada otak ini.
Akan tetapi, Hellmuth mengungkapkan fakta bahwa penyusutan jaringan otak terjadi di area yang berhubungan dengan bau menunjukkan satu kemungkinan kurangnya input sensorik.
Khususnya pada masa gelombang awal pandemi, yang mana Covid-19 umumnya menyebabkan orang kehilangan indra penciuman.