"Spa di luar dengan di Bali itu beda. Kalau spa di sini itu kebugaran. Karaoke dan diskotek itu hiburan. Karena, kalau spa itu tenaga profesional. Dengan kenaikan 40 persen itu, membunuh UMKM (spa) yang notabene dijalankan orang lokal," beber Rai.
"Apalagi, pajak dan tarif layanan spa sudah ada perhitungannya. Nah, kalau naik (pajaknya) takutnya minat customer akan berkurang. Kalau (tarif layanan spa) terlalu mahal, nggak bagus juga," imbuhnya.
Baca Juga:
Kredit UMKM Tanpa Jaminan dan Bunga di Kukar Jadi Rujukan Daerah
Sebelumnya, sejumlah elemen pariwisata kabarnya memersalahkan pungutan pajak hiburan dan kesenian sebesar 40 persen pada 2024. Salah satunya jasa spa. Kenaikan pajak itu dinilai cukup memberatkan pelaku usaha spa, terutama yang bergerak mandiri di luar jasa perhotelan.
Anggota Komisi III DPRD Badung I Nyoman Graha Wicaksana mengatakan poin-poin dalam Perda yang disahkan akhir 2023 itu merujuk Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Dalam aturan pusat itu juga secara rinci mengatur ketentuan nilai pajak.
[Redaktur: Amanda Zubehor]