Bali.WahanaNews.co, Denpasar - Sejumlah pengusaha di Bali menolak kenaikan pajak spa yang mencapai 40 persen. Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Bali akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi menolak kenaikan pajak tersebut.
"Kami sedang menyiapkan kajiannya dan kami mengajukan ke Mahkamah Konstitusi," kata Ketua PHRI Bali Tjokorda Oka Artha Ardana di Denpasar, Kamis (11/01/24).
Baca Juga:
Wapres Beri Penghargaan UHC Award Kepada Pemda Yang Mendukung Program JKN-KIS
Aturan ini tertuang dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Tarif pajak ini mulai berlaku per 1 Januari 2024.
Dalam Pasal 58 ayat 2 disebutkan, tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.
Pria yang akrab di sapa Cok Ace ini menyatakan, dalam waktu dekat juga akan bertemu Menteri Pariwisata Sandiaga Salahuddin Uno terkait kenaikan pajak ini.
Baca Juga:
Kemendikbudristek Ajak Pemda Bentuk Tim Ahli Cagar Budaya
Dia berharap Kemenparekraf bisa memfasilitasi pengusaha agar tidak memasukkan spa sebagai jasa hiburan dalam UU HKPD. Namun sebagai pengobatan tradisional yang mengunakan bahaan seperti lulur, rempah, boreh dan lain sebagainya. Menurutnya, fasilitas spa khusus untuk di hotel sebagai fasilitas kebugaran atau kesehatan.
"Ini yang sedang kami angkat sebagai kekuatan kita di Bali. Karena ini dimasukkan ke usaha hiburan tentu ini tidak menguntungkan bagi kami,” katanya.
Apalagi, Kemenparekraf memiliki aturan tentang Standar Usaha SPA yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 11 Tahun 2019. PHRI menaungi sekitar 30 spa yang berada di hotel.