“Kalau semua turis terkonsentrasi di selatan, potensi konflik budaya, kerusakan lingkungan, dan pelanggaran norma akan makin tinggi. Dengan pengembangan destinasi baru, ada kesempatan emas untuk menyeimbangkan sekaligus mendidik wisatawan agar memahami nilai Bali yang sesungguhnya,” tambahnya.
Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch menekankan, pembangunan infrastruktur pariwisata tidak bisa dilepaskan dari isu aglomerasi ekonomi.
Baca Juga:
Unjuk Rasa Ojol, Wayan Koster: Dari 25 Orang Diamankan, Hanya 3 yang Ber-KTP Bali
Menurutnya, destinasi baru di Buleleng, Klungkung, dan Jembrana akan membuka koridor ekonomi baru yang lebih berkeadilan.
“Kalau pemerataan ini berjalan, maka multiplier effect-nya tidak hanya untuk pariwisata, tapi juga industri kreatif, UMKM, transportasi, dan pertanian lokal Bali,” jelasnya.
Ia pun mendorong Pemprov Bali agar konsisten dengan arah kebijakan pembatasan pembangunan hotel di wilayah Denpasar, Badung, dan Gianyar.
Baca Juga:
Saat Dikepung Demo: Warga Jakarta WFA dari Bali, Pengusaha Hotel Happy
“Tanpa regulasi tegas, pariwisata Bali bisa jatuh ke dalam jebakan overtourism. Regulasi bukan untuk membatasi orang datang, tapi untuk menjaga keseimbangan antara alam, budaya, dan kesejahteraan masyarakat,” pungkas Tohom.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]