WahanaNews-Bali | Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengajak generasi muda untuk mengisi media sosial (medsos) dengan konten positif.
"Mari kita isi konten-konten di media sosial dengan konten positif yang digali dari Bumi Pertiwi, agama, dan budaya luhur bangsa kita," pesan Arief Hidayat saat menjadi narasumber dalam seminar nasional Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin, Makassar, bertajuk Nilai-Nilai Etik dalam Proses Peradilan di Mahkamah Konstitusi yang disiarkan secara langsung dalam kanal YouTube Official UIN Alauddin, dipantau dari Jakarta, Jumat (29/10).
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Pesan yang dia sampaikan itu tidak terlepas dari pengamatannya terhadap kondisi saat ini yang masuk ke dalam era disrupsi teknologi, yaitu adanya kemajuan yang luar biasa di bidang tersebut.
Kemajuan tersebut pun membawa dunia menjadi makin sempit. Ideologi dan budaya asing dapat dengan mudah memengaruhi masyarakat di Indonesia yang mengakses teknologi internet, khususnya media sosial.
Dengan demikian, salah satu dampak paling berbahaya yang muncul setelahnya adalah masyarakat mulai meninggalkan ideologi, budaya, bahkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
"Kalau tidak beradaptasi dengan baik terhadap perkembangan teknologi itu, kita akan tercabut dari akar budaya kita," kata Arief Hidayat.
Ia juga menjelaskan bahwa masyarakat dan generasi muda yang mengisi konten media sosial dengan nilai-nilai luhur budaya itu secara tidak langsung berperan untuk meningkatkan ketahanan di bidang budaya, hukum, keamanan, dan bidang lainnya demi memperteguh ideologi, budaya, dan nilai-nilai luhur Indonesia.
Pada era disrupsi teknologi, kata Arief, memang ada sisi positif yang memudahkan masyarakat mendapatkan informasi dari seluruh belahan dunia. Namun, ada pula sisi negatif yang perlu diwaspadai. Salah satu sisi negatif yang berbahaya itu adalah kebohongan yang menyamar sebagai kebenaran.