WahanaNews-Bali | Mimpi Gubernur Bali I Wayan Koster terhadap arak Bali sangat besar. Dia ingin minuman beralkohol itu bisa mendunia layaknya soju dari Korea atau sake dari Jepang.
"Saya berani meyakinkan, arak Bali tidak kalah dengan soju dan sake," ungkap Koster dalam sidang paripurna di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali, Senin (30/1/2023).
Baca Juga:
Semangat Juang Atlet Pencak Silat Peroleh Dukungan Penuh Dewan Balangan
Koster meyakini industri arak Bali bisa bermanfaat untuk seluruh masyarakat apabila digarap dengan serius. Walhasil, menjadi peluang usaha tidak hanya untuk pasar lokal di Pulau Dewata, tapi juga luar negeri.
"Tidak hanya bagi masyarakat lokal, tapi juga wisatawan dan untuk tujuan ekspor," ungkap politikus PDI Perjuangan itu.
Gubernur Koster menetapkan Hari Arak Bali pada 29 Januari. Ketetapan itu tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor 929/03-I/HK/2022.
Baca Juga:
Disinyalir Sarat KKN, MGP Jabar Minta Proyek Lanjutan Gedung Pencak Silat Dibatalkan
Penetapan Hari Arak Bali juga untuk mengenang terbitnya Peraturan Gubernur Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali. Arak Bali pun telah ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda (WBTb) 2022 oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Koster mengajak masyarakat Bali minum arak satu sloki setiap pagi hari sebelum berangkat kerja untuk menjaga kesehatan dan meningkatkan semangat kerja. Kemudian satu sloki saat malam agar tidur lebih nyenyak.
"Jadi minumlah arak ini untuk kesehatan, bukan untuk mabuk-mabukan," kata Pak Yan, sapaan akrab Koster.
Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali menyebutkan kini sudah ada 32 produk arak Bali yang memiliki izin edar. Jumlah itu terus bertambah dari sebelumnya hanya 12 arak.
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Bali I Wayan Jarta mengatakan hampir 70 persen minuman beralkohol di Bali saat ini berasal dari luar Bali. Ia pun berharap arak Bali bisa masuk dan dijual di hotel-hotel maupun restoran di Bali.
"Kami ingin paling tidak 30 sampai 50 persen kebutuhan minuman beralkohol di Bali ini bisa dipenuhi dari minuman berbahan baku arak di Bali," kata Jarta.
Pemilik Warung Pan Tantri, Kadek Dharma Apriana atau Unggit Desti, mengapresiasi langkah Gubernur Koster yang menetapkan Hari Arak Bali setiap 29 Januari. Namun, dia mewanti-wanti agar peringatan itu tidak dimaknai sebagai hari untuk mabuk-mabukan.
Menurut Unggit, peringatan Hari Arak Bali sebaiknya dijadikan sebagai momentum untuk melestarikan warisan leluhur. Ia berharap konsumsi arak tetap dilakukan dengan dosis yang tepat dan bertanggungjawab.
"Jangan sampai ada anggapan oh dia minum arak, makanya dia mabuk dan rusuh. Jangan sampai arak Bali jadi kambing hitam," ungkap Unggit.
Pan Tantri merupakan warung arak Bali dan aneka menu tradisional Bali sejak 2013. Unggit mendirikan warung itu menggunakan uang bonus sebagai juara pencak silat.
Lain halnya dengan I Nyoman Kasih. Pria berusia 58 tahun itu merupakan salah satu dari ribuan perajin arak Bali tradisional di Karangasem. Ia bertahan menjadi perajin arak selama puluhan tahun di tengah harga jual yang tidak stabil.
"Saya sudah dari usia 23 tahun sudah jadi perajin arak. Sampai sekarang saya masih bertahan menjadi perajin arak karena itu merupakan pekerjaan utama masyarakat di sini," tutur Kasih Jumat (27/1/2023).
Penghasilan Kasih dari menjual arak sekitar Rp 3 juta sebulan. Namun, jika harga anjlok, ia hanya meraup sekitar Rp 1,5 juta per bulan. Harga arak menjadi murah biasanya karena permintaan menurun, sedangkan perajin yang menjual ke pengepul banyak.
Perajin arak tradisional seperti Kasih kini dihadapkan dengan menjamurnya produsen arak gula. Harga arak tradisional terus menurun, sementara harga arak gula sangat murah.
"Sekarang saya sudah pusing karena penghasilan terus menurun dari arak. Untung istri saya ada kerjaan sampingan yaitu membuat tikar jadi bisa lah untuk tambah-tambah kebutuhan sehari-hari," tuturnya.[zbr]
(Sumber: detikcom)