WahanaNews-Bali | Nama Ketua Umum Pemuda Pancasila Japto Soerjosoemarno mencuat dalam kasus lahan yang terletak di Jalan Citandui, Kelurahan Cikini, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat.
Hal ini bermula ketika pihak Japto hendak menggunakan lahan yang dimilikinya, dan minta keluarga Wanda Hamidah yang tinggal di sana untuk mengosongkan rumah, pertengahan Oktober lalu.
Baca Juga:
Makin Cantik, Ini Sederet Foto Putri Wanda Hamidah Noor Shalima
Wanda menolak keras. Dia mengaku telah menempati rumah itu bersama keluarga sejak tahun 1960.
"Kami meninggali rumah ini, ini rumah keluarga, ya, dari zaman kakek saya nenek saya. Ini kakek saya Husein Abu Bakar, pejuang Kemerdekaan RI. Kami menempati rumah ini dari 1960. Dan kami punya alasan yang sah yang nanti akan dibeberkan alas haknya," ujarnya.
Namun Wanda tidak menyebutkan alas hak berdasarkan sertifikat yang mana, serta tidak menunjukkan bukti-bukti sah kepemilikan yang dia maksud.
Baca Juga:
Kasus Tanah Belum Tuntas, Ini Resolusi Wanda Hamidah di 2023
Alih-alih menunjukkan bukti kepemilikan yang salah, Wanda bahkan menuding proses pengosongan rumahnya itu tidak didasari putusan pengadilan.
“Ini eksekusi tanpa putusan pengadilan,” sebutnya.
Sementara itu, KRT Tohom Purba kuasa hukum dari pemegang SHGB atas nama KPH H. Japto S. Soerjosoemarno, membeberkan bahwa bukti lahan kediaman keluarga Wanda Hamidah itu tidak dalam status sengketa, sehingga tidak dibutuhkan putusan pengadilan.
Diketahui, dalam Sertifikat HGB No. 1000/Cikini seluas 765 M2 dan Sertifikat HGB No. 1001/Cikini seluas 534 M2 yang terletak di Jalan Ciasem No 2 Kelurahan Cikini Kecamatan Menteng Kota Administrasi Jakarta Pusat adalah atas nama KPH Japto S Soerjosoemamo, S.H selaku pemilik.
Tohom menegaskan, Japto memiliki hak penuh berdasarkan SHGB tersebut.
"Permintaan pengosongan rumah atas milik klien kita Pak Japto. Ini hak milik Pak Japto Soerjosoemarno, itu berdasarkan sertifikat hak pengunaan bangunan yang dikeluarkan BPN Jakarta. Buktinya sudah cukup kuat," kata Tohom pada WahanaNews.co.
Tohom menuturkan, pihaknya sudah berulang kali menyurati keluarga Wanda agar segera mengosongkan rumah tersebut.
Namun, hingga batas waktu yang ditentukan tak ada iktikad baik dari Wanda.
"Langkah-langkah somasi sudah 2 kali kami sampaikan, ada juga surat pemberitahuan pengosongan. Kami sudah berkirim SP 1-3. Itu sudah lebih dari satu bulan kita sampaikan," terang Tohom, dikutip dari WahanaTV.
"Waktu kita somasi pertama kita bertemu dengan Pak Hamid ini, ada janji-janji, tapi tidak ada keputusan. Kita kasih somasi kedua tidak ada juga," sambungnya.
Setelah beberapa kali somasi, lanjut Tohom, akhirnya pihaknya meminta bantuan ke Pemprov DKI agar segera mengosongkan rumah tersebut.
"Setelah itu baru dilayangkan oleh Pemprov DKI Jakarta surat pemberitahuan pengosongan. Tapi tidak ada juga tanggapan. Jadi, ini prosesnya tidak tiba-tiba. Kami sudah kooperatif dan menempuh jalur dan cara yang seharusnya," pungkas Tohom. [dny]