WahanaNews-Bali | PT PLN (Persero) memperoleh jaminan pinjaman dari Kementerian Keuangan yang berkolaborasi dengan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) untuk proyek penguatan kelistrikan di Jawa.
Penjaminan pinjaman tersebut merupakan tindak lanjut atas komitmen pendanaan dari Asian Development Bank (ADB) sebesar US$ 600 juta atau Rp 8,5 triliun dalam kurs Rupiah.
Baca Juga:
Era Energi Terbarukan, ALPERKLINAS: Transisi Energi Harus Didukung Semua Pihak
Pinjaman pembiayaan tersebut bertujuan untuk mendukung keandalan kelistrikan dengan pemerintah sebagai jaminannya melalui Perjanjian Pelaksanaan Penjaminan (PPP) antara Kementerian Keuangan, PLN dengan PII.
Adapun pendanaan dari ADB tersebut akan digunakan PLN untuk tiga fokus utama.
Pertama, memperkuat jaringan transmisi di Jawa Bagian Barat dan Jawa Bagian Tengah serta modernisasi infrastruktur kelistrikan.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Kedua, meningkatkan pemanfaatan clean energy, seperti solar PV dan proyek EBT potensial.
Ketiga, untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan perusahaan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Luky Alfirman mengatakan pinjaman tersebut bersifat direct lending dengan jaminan pemerintah yang disandingkan dengan model Result Based Lending (RBL).
"Ini terobosan, karena skema ini akan jauh lebih efektif dan efisien," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (20/5/2022).
Luky menambahkan, Perjanjian Penjaminan ini merupakan komitmen Pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan PII, dalam upaya mendukung percepatan pembangunan infrastruktur kelistrikan.
Menurut dia hal ini merupakan salah satu bentuk dukungan pemerintah untuk menekan biaya pinjaman (cost of fund) BUMN dalam rangka menjaga kesinambungan korporasi.
Selain itu peran PII sebagai co-guarantor penjaminan pemerintah bermanfaat sebagai ring fencing APBN dan membantu pemerintah dalam rangka mengelola risiko Keuangan negara.
Di sisi lain, Deputi Bidang Keuangan dan Manajemen Risiko Kementerian BUMN, Nawal Nely menyatakan bahwa untuk menjawab tantangan transisi energi dan penyediaan infrastruktur ketenagalistrikan yang andal perlu adanya komitmen kuat dan kolaborasi antara PLN dan pemerintah serta stakeholders terkait.
Penjaminan pinjaman ini merupakan salah satu bentuk kolaborasi yang baik antar stakeholders untuk mencapai target-target tersebut.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menegaskan, perjanjian ini menjadi bukti bahwa PLN tidak berjuang sendirian untuk menghadapi perubahan iklim.
"Adanya perjanjian penjaminan dari pemerintah ini maka dana investasi yang tersedia berbunga rendah, berbiaya rendah, risiko bisa dikelola dengan baik. Artinya apa? Kita mampu mengubah tantangan menjadi suatu opportunity dengan berkolaborasi dalam semangat kebersamaan," tuturnya.
Menurutnya, dukungan penuh Pemerintah Indonesia ini dapat berdampak positif bagi PLN.
Dengan adanya perjanjian pinjaman ini dalam portofolio pinjaman PLN, maka dapat menambah porsi portofolio skema Pinjaman direct lending dengan Jaminan Pemerintah sekitar 20% dari total outstanding pinjaman PLN.
"Dari sekarang sampai 2030, kami membutuhkan sekitar US$ 35 miliar untuk capex (capital expenditure / belanja modal) dalam rangka membangun 51,6 persen pembangkit listrik yang berasal dari EBT," terang Darmawan.
Menurutnya, saat ini kapasitas pembangkit PLN mencapai 250 terawatt hour (tWh), dan hingga 2060 diproyeksikan akan mencapai 1.800 tWh yang sebagian besar berasal dari EBT.
Walau operasional pembangkit EBT akan makin murah, namun tetap membutuhkan capex sebesar USD 350-400 miliar hingga 2060.
PLN menggandeng PII untuk memastikan pendanaan tepat sasaran dan mampu mempercepat akselerasi akses listrik yang andal dan bersih.
"Selain itu pembiayaan ini dapat mendukung program PLN untuk berkontribusi dalam capaian-capaian Sustainable Development Goals (SDGs) perusahaan," imbuhnya. [dny]