Hingga Mei, PLN mengimplementasikan teknologi ini di 32 PLTU di seluruh Indonesia.
"Pencapaian ini menjadi bukti keseriusan PLN mendukung Pemerintah dalam percepatan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) menuju target 23% di tahun 2025," ujar Wiluyo.
Baca Juga:
Kebut Elektrifikasi dan EBT, PLN Kantongi Pendanaan US$ 581,5 Juta dari Bank Dunia
Dalam pelaksanaan cofiring, PLN Grup telah membangun rantai pasok penyediaan bahan baku biomasa melalui pendampingan, pengembangan, pembudidayaan tanaman energi, limbah antara lain serbuk kayu atau sawdust, woodchip, bonggol jagung dan solid recovered fuel (SRF) dari sampah, untuk siap digunakan sebagai bahan baku biomasa cofiring.
"Di mana kebutuhan akan biomassa ini membutuhkan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah maupun tanaman energi sebagai bahan baku biomassa tersebut," tambah Wiluyo.
Untuk tahun 2022 diperkirakan kebutuhan biomassa untuk bahan bakar cofiring mencapai 450.000 ton.
Baca Juga:
Kebut Elektrifikasi dan EBT, PLN Kantongi Pendanaan US$ 581,5 Juta dari Bank Dunia
Hingga 2023 naik 5 kali menjadi 2,2 Juta ton dari berbagai jenis biomassa. Untuk menjaga keberlanjutan pasokan bahan baku biomassa, PLN telah mendapat kepastian pasokan dari sinergi BUMN, Pemerintah Daerah, bahkan hingga pihak swasta.
"Tentunya, upaya ini juga sesuai dengan pemenuhan Sustainable Development Goals (SDGs) poin 1 tanpa kemiskinan, 3 kehidupan sehat dan sejahtera, 7 energi yang bersih dan terjangkau, 8 pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, serta 13 memerangi perubahan iklim dan dampaknya," tutup Wiluyo.
PLN mengajak semua masyarakat maupun stakeholder terkait untuk terlibat dalam diskusi ini.