WahanaNews-Bali | PT PLN (Persero) melakukan upaya pengurangan emisi global dengan memasifkan penggunaan sumber energi bersih dan mengurangi porsi energi fosil khususnya di pembangkitan.
Apalagi, dengan target carbon neutral tidak bisa lagi mengandalkan energi fosil yang akan habis.
Baca Juga:
Kebut Elektrifikasi dan EBT, PLN Kantongi Pendanaan US$ 581,5 Juta dari Bank Dunia
Pemanfaatan bioenergi sebagai sumber energi yang ramah lingkungan dan mengolah sumber daya yang ada di dalam negeri menjadi jawaban dari kebutuhan energi di tengah tantangan global yang fluktuatif.
Selaras dengan hal tersebut, PLN bersama Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN akan menggelar seminar bioenergi bertema "Peningkatan Bauran EBT 23% melalui Keberlanjutan Pasokan Bahan Bakar Cofiring dan Pembangkit Bioenergi" pada Hari Kamis (30/6).
Direktur Mega Proyek dan EBT PLN, Wiluyo Kusdwiharto menjelaskan saat ini PLN sendiri sudah menggunakan bioenergi ini di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) melalui teknologi cofiring.
Baca Juga:
Kebut Elektrifikasi dan EBT, PLN Kantongi Pendanaan US$ 581,5 Juta dari Bank Dunia
Melalui teknologi ini, PLN tak hanya mengurangi angka ketergantungan akan batu bara tetapi juga menghasilkan energi yang lebih bersih.
"Cofiring merupakan sebuah teknologi substitusi batubara dengan bahan bakar biomassa yang bersumber dari tanaman energi, limbah perkebunan, limbah pertanian, limbah pertukangan, bahkan hingga sampah domestik," ujar Wiluyo.
Dari Program cofiring tersebut, PLN telah menghasilkan energi hijau hingga 487 MWh di mana pencapaian tahun 2021 sebesar 269 Mwh dan Jan s.d Mei tahun 2022 sebesar 218 MWh.
Hingga Mei, PLN mengimplementasikan teknologi ini di 32 PLTU di seluruh Indonesia.
"Pencapaian ini menjadi bukti keseriusan PLN mendukung Pemerintah dalam percepatan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) menuju target 23% di tahun 2025," ujar Wiluyo.
Dalam pelaksanaan cofiring, PLN Grup telah membangun rantai pasok penyediaan bahan baku biomasa melalui pendampingan, pengembangan, pembudidayaan tanaman energi, limbah antara lain serbuk kayu atau sawdust, woodchip, bonggol jagung dan solid recovered fuel (SRF) dari sampah, untuk siap digunakan sebagai bahan baku biomasa cofiring.
"Di mana kebutuhan akan biomassa ini membutuhkan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah maupun tanaman energi sebagai bahan baku biomassa tersebut," tambah Wiluyo.
Untuk tahun 2022 diperkirakan kebutuhan biomassa untuk bahan bakar cofiring mencapai 450.000 ton.
Hingga 2023 naik 5 kali menjadi 2,2 Juta ton dari berbagai jenis biomassa. Untuk menjaga keberlanjutan pasokan bahan baku biomassa, PLN telah mendapat kepastian pasokan dari sinergi BUMN, Pemerintah Daerah, bahkan hingga pihak swasta.
"Tentunya, upaya ini juga sesuai dengan pemenuhan Sustainable Development Goals (SDGs) poin 1 tanpa kemiskinan, 3 kehidupan sehat dan sejahtera, 7 energi yang bersih dan terjangkau, 8 pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, serta 13 memerangi perubahan iklim dan dampaknya," tutup Wiluyo.
PLN mengajak semua masyarakat maupun stakeholder terkait untuk terlibat dalam diskusi ini.
Seminar ini dapat disaksikan melalui youtube s.id/SideEventG20, agenda ini akan menghadirkan pembicara dari berbagai bidang, di antaranya Akademisi IPB, Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, MSC, Akademisi UGM, Dr. Ir. Tumiran M.Eng. Ph,D dan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, Ir. Hadi Siswoyo, MM. [dny]