WahanaNews-Bali | Ketua Dewan Pengurus Daerah Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (DPD ASITA) Bali, Putu Winastra, tanggapi soal mafia visa Rp 5,5 juta untuk jalur cepat berwisata ke Bali.
Berbicara mengenai visa, terdapat agen yang khusus menjual visa, kemudian juga terdapat agen yang khusus meng-handle paket tour seperti ASITA.
Baca Juga:
Wagub Bali Keluhkan Tiket Pesawat ke Bali Masih Terlalu Tinggi
"Saya kira kalau agen visa ini menjual dengan harga mahal itu cuma etikanya kurang pas ketika kita mengharapkan wisman datang. Nah sebenarnya yang perlu kita cari tahu adalah kenapa orang berani berbuat seperti itu," kata dia kepada wartawan, Senin (21/2/2022).
Menurutnya, permasalahan tersebut berada pada hulu atau awal dari permasalahan tersebut.
Ia mengatakan, perusahaan travel yang diduga menjadi mafia tersebut merupakan hilir dari aturan-aturan untuk kedatangan wisatawan mancanegara yang terkesan “menjelimet”.
Baca Juga:
Tarif Sampai 5 Jutaan, Gubernur Bali Geram dengan Aksi Mafia Visa
"Ketika orang menjual visa dengan harga tersebut, itu kan hilir ya sebenarnya yang dicari hulunya dulu. Kenapa orang berani menjual seperti itu? Karena menganggap aturan itu terlalu menjelimet sehingga orang mau sesuatu yang mudah tidak mau menjelimet akhirnya dia serahkan kepada agen visa itu untuk mengurus," tambahnya.
Dengan mengutus agen travel tersebut untuk mengurus visa, otomatis agen travel tersebut memerlukan biaya yang tinggi untuk itu.
Oleh karena itu, menurut pandangannya, permasalahan regulasi yang harus dipermudah, sehingga orang-orang tidak akan bermain.
"Jadi sekarang visa ini dijual dengan harga mahal memang visa bisnis esensial. Bukan visa turis, tetapi bisnis esensial yang dipakai untuk visa kunjungan atau wisata. Kalau bisnis esensial persyaratannya seperti yang sudah sering kita bahas," terangnya.
Sementara untuk saat ini wisatawan mancanegara menggunakan visa wisata yang selama aturannya masih bisnis esensial maka mau tidak mau harus mengikuti aturan tersebut.
"Supaya tidak ada aturan itu ya otomatis permenkumham 34 lah harus dirubah supaya aturan itu tidak ada," jelasnya.
Ia pun tidak mengetahui siapa agen travel yang memainkan harga visa tersebut.
Namun ia menegaskan, yang jelas agen travel yang sempat disebut oleh Pemerintah Provinsi Bali bukan anggota ASITA.
Kendati begitu, ia tidak menjamin bahwa tidak ada anggota ASITA yang memainkan harga visa untuk wisman.
“Saya sih tidak berani menjamin karena inikan yang namanya bisnis ya kan kita tidak bisa menjamin orang mau jualan berapa. Artinya harus ada etika yang disana sehingga orang masih mau melihat, tetapi sebenarnya yang paling mudah adalah permenkumham harus dirubah gitu loh," terangnya.
Ke depannya pihaknya akan mendorong agar e-visa benar-benar dapat diimplementasikan dan e-visa ini dapat di-apply oleh calon wisman dengan persyaratan yang mudah.
Diungkap Cok Ace
Pernyataan mengejutkan dikeluarkan oleh Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace, Senin (21/2/2022).
Ia menyebut bahwa pihaknya mendapat adanya perusahaan yang menjadi mafia visa kepada Warga Negara Asing (WNA) khususnya wisatawan yang akan ke Bali.
Mereka menawarkan visa secara cepat dengan harga bervariasi mulai Rp 4,5 juta sampai Rp 5,5 juta.
"Itu visa memang sudah jelas dalam beberapa flyer, dalam beberapa promosi salah satu perusahaan mungkin ya, yang menyampaikan bahwa untuk (visa) jalur paling cepat bayar Rp 5,5 juta, yang medium Rp 4,5 juta," kata Cok Ace usai rapat paripurna di Gedung DPRD Bali.
Dirinya menyebutkan jika pihaknya awalnya mengetahui adanya praktek mafia visa itu diketahui melalui sebuah postingan di Instagram.
Postingan tersebut, menurutnya, sangat jelas menampilkan alamat, nomor telepon, dan paket yang ditawarkan para mafia visa tersebut.
Cok Ace mengatakan, Pemprov Bali terus melakukan penelusuran terkait temuan itu.
Berdasarkan informasi awal, perusahaan tersebut diketahui menawarkan tiga kategori pengurusan visa.
Pertama, kategori standar dengan tarif Rp 3,5 juta dan pengurusan visa selama 10 sampai 12 hari kerja.
Kedua, kategori ekspres dengan tarif Rp 4,2 juta dan pengurusan visa selesai dalam 3 sampai 5 hari kerja.
Ketiga, kategori VIP dengan tarif Rp 5,5 juta, lama pengurusan visa 3 sampai 6 hari dan pelayanan di Jakarta.
"Awalnya ketahuan di IG dia muncul, di medsos saya juga baca kok. Jadi dia enggak ada yang disembunyikan di medsos, alamat jelas, nomor teleponnya ada," jelas Cok Ace.
Ia mengaku hal ini sangat merugikan citra Bali di mata dunia internasional.
Pasalnya, adanya mafia visa ini justru menimbulkan anggapan bahwa biaya untuk masuk Bali sangatlah mahal.
"Baru satu yang saya lihat seperti itu. Jadi menawarkan jalur cepat. Mungkin ada pasar yang memerlukan seperti itu. Tapi ini kan menimbulkan (persepsi) di luar kok begini harganya mahal sekali," sambungnya.
Pun begitu, dirinya mengaku belum tahu-menahu mengenai apakah mafia visa jalur cepat itu sudah mendapatkan pasar atau belum.
Apalagi, saat ini kedatangan wisman ke Bali masih dalam jumlah yang terbatas.
"Ndak (nggak) tahu ini kan yang datang masih terbatas sekali," kata Panglingsir Puri Ubud, Gianyar itu.
Mantan Bupati Gianyar ini mengakui jika kebijakan visa dengan pola lama menyulitkan wisman untuk datang ke Bali.
Hanya saja, saat ini sebenarnya kebijakan tersebut sudah dipermudah pemerintah, salah satunya dengan hotel yang bisa menguruskan visa sebagai sponsor.
"Memang pola yang lama kan agak susah, sekarang sudah dipermudah lagi, kini hotel juga bisa menguruskan visa sebagai sponsor," ujar Cok Ace.
"Saya kira dulu surat kebijakan yang pertama memang agak sulit para wisatawan datang ke Bali karena ada ya katakanlah ada perorangan-perorangan yang harganya dia buat sendiri-sendiri. Sekarang dengan peraturan yang baru saya rasa dia akan lebih tertib lagi," sambungnya.
Cok Ace menyebut pihaknya telah melaporkannya kepada pemerintah pusat.
Dia juga mengaku akan membicarakan masalah tersebut dengan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno.
"Itu sudah saya sampaikan kepada kementerian, jangan sampai jauh sekali timpang (harga visanya), karena kalau kita lihat memang resmi di pemerintah kan memang tidak sampai Rp 1 juta. Kalau cari untung ya yang wajar-wajar saja," ujar Cok Ace.
Di sisi lain, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Tjokorda Bagus Pemayun, belum bisa dikonfirmasi mengenai hal tersebut.
Saat dikonfirmasi, yang bersangkutan belum bisa dihubungi. [dny]