WahanaNews-Bali | Gunung Agung adalah salah satu gunung yang ada di Pulau Bali, lebih tepatnya berada di wilayah Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali.
Dalam sejarah Gunung Agung Bali, pernah terjadi letusan yang menggelegar dan menimbulkan bencana bagi masyarakat Pulau Dewata.
Baca Juga:
Bulog Bali Alokasikan 15 Ribu Ton Beras Hingga Juni 2024 untuk Program Pangan
Pada tanggal 17 Maret 1963, terjadi ledakan besar saat Gunung Agung menyemburkan aspat atau abu vulkanik yang menyebabkan siang hari di langit Bali kala itu menjadi gelap gulita.
Bencana alam ini pun menimbulkan ribuan korban jiwa dan menimbulkan kerugian material karena dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Nah, dalam artikel ini, kita akan mengetahui sejarah lengkap mengenai meletusnya Gunung Agung Bali. Dilansir dari jurnal berjudul Analisis Regangan Gunung Agung Berdasarkan Data Pengamatan GPS Tahun 2017 oleh Firman Ichsan dan website Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), berikut adalah pembahasan mengenai sejarah letusan Gunung Agung.
Baca Juga:
PLN UID Bali Komitmen Dukung Ketahanan Pangan Melalui Electrifying Agriculture
Sejarah Meletusnya Gunung Agung Bali
Meletusnya Gunung Agung tercatat dimulai dari tahun 1808, berupa lontaran abu dan batu apung yang keluar dari mulut kawah Gunung Agung dalam jumlah yang besar dan kemudian disusul pada tahun 1821 dan 1843. Pada tahun 1843, terjadi letusan Gunung Agung yang terakhir pada periode sebelum Gunung Agung istirahat sampai tahun 1963.
Walaupun pernah terjadi erupsi sebelumnya, sebagian masyarakat Bali percaya bahwa gunung yang sakral ini tidak akan mencelakai mereka. Di sekitar Gunung Agung, juga terdapat Pura Besakih yang menjadi tempat peribadatan untuk menyelenggarakan upacara adat terkait alam.
Salah satu upacara yang dilakukan adalah Eka Dasa Rudra, yaitu upacara khusus yang digelar setiap 100 tahun sekali. Namun, upacara Eka Dasa Rudra tersebut bertepatan dengan beberapa waktu menjelang letusan Gunung Agung pada tahun 1963.
Pada tahun 1963, beberapa pekan sebelum letusan besar, sebenarnya sudah ada dentuman keras yang sudah terdengar pada tanggal 18 Februari 1963 yang disertai dengan asap tebal. Enam hari kemudian, aliran lahar berlangsung secara terus menerus selama beberapa pekan.
Seiring berjalannya waktu, Gunung Agung pun semakin aktif dan pemerintah memberi peringatan kepada masyarakat untuk mengosongkan Pura Besakih yang letaknya berada di daerah Gunung Agung. Beberapa warga mengungsi ke daerah yang lebih aman, tetapi masih ada beberapa orang yang tetap bertahan di Pura Besakih untuk menyelesaikan Upacara Eka Dasa Rudra.
Kemudian, pada tanggal 17 Maret 1963, terdengar gemuruh yang begitu menggelegar dari arah puncak Gunung Agung Bali. Dentumannya begitu keras sehingga menimbulkan perasaan ketakutan di tengah masyarakat Pulau Dewata.
Ketika dentuman terjadi, masyarakat di sekitar mulai panik dan segera mengambil tindakan untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman. Rasa panik, tegang, dan takut yang dialami masyarakat semakin parah dengan munculnya desas-desus bahwa hari kiamat akan segera datang saat itu.
Pada saat bencana letusan gunung berapi terjadi, siang hari yang cerah mendadak menjadi gelap karena abu vulkanik yang menutupi cahaya matahari yang sama sekali tidak tampak pada hari itu. Kondisi gelapnya langit Bali ini disebabkan oleh Gunung Agung yang menyemburkan abu vulkaniknya ke udara sejauh belasan kilometer.
Letusan Gunung Agung juga menyebabkan penurunan suhu planet Bumi sebesar 0,4 derajat celsius. Penurunan suhu ini terjadi karena material vulkanik berupa aerosol sulfat dari perut gunung itu terbang hingga belasan kilometer dan melapisi atmosfer bumi.
Letusan Gunung Agung yang terjadi pada 1963 tersebut merupakan puncak erupsi yang terjadi pada periode tersebut. Letusan masih terus terjadi selama beberapa kali pada pekan berikutnya, gunung juga mengeluarkan lahar dingin di sepanjang lereng selatan, tenggara, hingga lereng utara.
Bencana letusan Gunung Agung ini menimbulkan korban jiwa sebanyak 1.549 nyawa. Selain itu, sekitar 1.700 rumah hancur dan ratusan ribu orang kehilangan mata pencahariannya.
Selain itu, lahar yang keluar dari letusan Gunung Agung juga menyebabkan ratusan ribu ton produksi pangan yang rusak. Sebagian besar masyarakat pun harus mengungsi karena dampak yang telah ditimbulkan oleh bencana letusan Gunung Agung Bali.
Setelah letusan yang dahsyat pada tahun 1963, aktivitas Gunung Agung mulai mengalami penurunan. Gunung Agung beristirahat selama puluhan tahun.
Setelah 54 tahun istirahat, pada bulan September 2017 kegiatan vulkanik Gunung Agung kembali menunjukkan peningkatan. Sepanjang bulan September sampai Oktober, intensitas kegempaan masih terus meningkat.
Pada tanggal 21 November 2017, fase erupsi Gunung Agung dimulai yang ditandai dengan semburan abu vulkanik setinggi 700 meter. Pada tanggal 28 November 2017, erupsi kembali terjadi dengan ketinggian kolom abu mencapai 4 kilometer di atas puncak.
Berdasarkan laporan dari Kementerian ESDM, erupsi Gunung Agung kembali terjadi pada Juni 2018. Lalu, pada Mei 2018, Gunung Agung kembali mengalami erupsi dengan tinggi kolom abu 2000-2500 meter di atas puncak gunung.
Nah, itulah dia pembahasan lengkap mengenai sejarah meletusnya Gunung Agung Bali yang terjadi pada tahun 1963. Bencana besar yang terjadi tersebut diharapkan bisa menjadi pelajaran bagi kita semua, supaya ketika suatu saat bencana terjadi, kita lebih siap untuk menghadapinya sehingga bisa meminimalisasi korban yang berjatuhan.[zbr/detik]