WahanaNews-Bali | Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memaparkan terkait polemik 198 pesantren yang dicap terafiliasi jaringan terorisme.
Pernyataan itu sebelumnya disampaikan oleh Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar saat sesi rapat bersama Komisi III DPR RI, Selasa (25/1/22).
Baca Juga:
Upaya Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Papua Barat Daya, Ini Peran Kesbangpol dan FKPT
Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid menuturkan, pernyataan itu langsung ditanggapi sebagian kecil kalangan dengan menggeneralisasi seolah BNPT anti-pesantren, bahkan ada pula yang menuduh itu narasi islamofobia. Dia merasa perlu memberikan penjelasan.
"Tentu hal ini perlu dijernihkan agar masyarakat tidak terbawa narasi yang selalu memframing berbagai kebijakan untuk meningkatkan deteksi dini dan kewaspadaan dalam pengertian yang negatif," kata Ahmad dilansir Antara, Minggu (30/1).
Dia menjelaskan, data yang disampaikan Kepala BNPT harus dibaca sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja sebuah institusi yang mempunyai tugas pencegahan radikal terorisme.
Baca Juga:
Tangkal Paham Radikal dan Teroris, BNPT Bentuk FKPT di Papua Barat Daya
Data tersebut merupakan hasil kerja pemetaan dan monitoring dalam rangka pencegahan radikal terorisme. Hal itu untuk memberikan peringatan dan meningkatkan kewaspadaan bagi semua stakeholder.
Apalagi, BNPT telah menerapkan kebijakan dan strategi “pentahelix” atau multi pihak dengan merangkul dan melibatkan lima elemen yakni pemerintah melalui kementerian/lembaga, komunitas melalui organisasi kemasyarakatan termasuk pondok pesantren, akademisi melalui pelibatan dosen, mahasiswa dan pelajar.
Kemudian, dunia usaha melalui pelibatan perusahaan baik BUMN maupun swasta, dan media melalui pelibatan insan media baik cetak, elektronik dan digital.