WAHANANEWS.CO, Jakarta - Organisasi Relawan Nasional MARTABAT Prabowo-Gibran menyatakan dukungan penuh terhadap langkah strategis pemerintah. Langkah itu dipimpin oleh Dewan Ekonomi Nasional di bawah koordinasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk menjadikan Bali sebagai pusat keuangan baru dunia.
Menurut MARTABAT, inisiatif ini bukan sekadar proyek elitis yang menguntungkan kelompok terbatas. Mereka menilai ini sebagai strategi geopolitik ekonomi untuk mengunci arus aset global agar berlabuh di Indonesia.
Baca Juga:
Purbaya Jaga Anggaran Negara, Tolak Pendanaan Family Office dari Kas APBN
Ketua Umum MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menuturkan bahwa transformasi Bali menjadi pusat keuangan dunia adalah langkah yang selaras dengan visi Presiden Prabowo Subianto.
Visi itu adalah menghadirkan arus modal raksasa tanpa membebani fiskal negara.
“Jika dirancang dengan tata kelola yang transparan, family office di Bali bisa menjadi magnet untuk investor kelas dunia,” kata Tohom.
Baca Juga:
Indonesia Siap Jadi Pusat Investasi Mineral Berkelanjutan Dunia Melalui Kolaborasi Global
Ia menambahkan, ekosistem itu juga bisa menempatkan Indonesia setara dengan Dubai atau Singapura dalam peta finansial global.
Tohom menekankan bahwa Indonesia harus berani tampil sebagai pusat pengelolaan aset, bukan hanya menjadi pasar bagi modal asing. Ia menyebut rencana ini sebagai strategi memindahkan “pusat gravitasi ekonomi internasional” ke wilayah kedaulatan Indonesia.
Menurutnya, Bali selama ini dikenal sebagai destinasi wisata kelas dunia. Kini, momentum ini dapat dimanfaatkan untuk menaikkan statusnya menjadi global wealth hub yang diperhitungkan.
Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini mengingatkan pentingnya perencanaan tata ruang dan kawasan ekonomi. Menurutnya, Bali tidak boleh hanya menjadi etalase finansial tanpa keterhubungan dengan sektor riil nasional.
“Jangan sampai Bali hanya jadi tempat parkir uang,” tegasnya.
Ia meminta agar Bali justru menjadi simpul ekonomi yang menggerakkan kota-kota lain seperti Batam, IKN, dan Makassar.
Ia juga mengingatkan bahwa fasilitas bebas pajak untuk pemilik family office harus dibarengi kebijakan penguatan cadangan devisa. Transfer teknologi finansial pun harus dijamin berjalan.
“Kita boleh membuka karpet merah untuk investor, tapi kedaulatan ekonomi tidak boleh dikorbankan,” ujarnya.
Menurutnya, regulasi harus dibuat presisi, yakni ramah investor namun tetap melindungi kepentingan bangsa.
Lebih jauh, ia mendorong agar proyek pusat keuangan ini tidak tertutup dan eksklusif hanya untuk asing. Ekosistem nasional seperti fintech lokal, universitas, hingga tenaga profesional muda harus dilibatkan.
Jika hal itu dilakukan, kata Tohom, Bali bukan hanya menjadi zona bisnis terbatas. Ia dapat menjadi simbol lompatan ekonomi Indonesia di era pemerintahan Prabowo-Gibran.
Sebelumnya, Juru Bicara Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Jodi Mahardi menjelaskan bahwa pemerintah tengah menyiapkan regulasi dan insentif pajak. Tujuannya untuk menarik bank investasi, firma ekuitas, hingga manajer aset global.
Dukungan global juga disebut datang dari investor internasional Ray Dalio. Ia dilaporkan siap terlibat dalam rancangan family office untuk Bali.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]