Bali.WahanaNews.co, Denpasar - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Bali menunda sidang perkara tindak pidana korupsi dana sumbangan pengembangan institusi (SPI) penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri dengan terdakwa mantan rektor Universitas Udayana Prof. I Nyoman Gede Antara.
Sidang yang mengagendakan tanggapan Jaksa Penuntut Umum terhadap eksepsi atau nota pembelaan dari terdakwa Prof Antara ditunda karena Ketua Majelis Hakim Agus Akhyudi yang memimpin sidang berhalangan hadir di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa (07/11/23).
Baca Juga:
Jaksa Tuntut Lepas Guru Supriyani dari Seluruh Dakwaan Kasus Kekerasan Anak
"Hari ini agendanya tanggapan dari Jaksa Penuntut Umum, karena hakim ketua berhalangan hadir sidang kita tunda," kata hakim anggota Putu Ayu Sudariasih di muka persidangan sesaat setelah membuka sidang.
Sidang tanggapan JPU itu pun akan digelar kembali pada Kamis 9 November 2023 pukul 11.00 Wita. Terdakwa Prof. Antara pun terlihat menganggukan kepala saat mendengar pernyataan majelis hakim yang menunda sidang tersebut.
Tidak seperti biasanya, sebelum dan sesudah memasuki ruang sidang, Prof. Antara terpantau tidak mengenakan rompi tahanan berwarna merah yang biasa dipakainya dalam beberapa agenda persidangan sebelumnya dimana sebelum dan sesudah memasuki ruang sidang, dia memakai rompi tahanan.
Baca Juga:
Jessica Wongso Disebut Jaksa Manfaatkan Film Dokumenter Tarik Simpati Publik
Dirinya hanya mengenakan kemeja putih, berdasi merah dan bercelana tisu dengan membawa sebuah tas kecil warna hitam.
Sementara itu, I Nyoman Sukandia selaku penasihat hukum terdakwa saat dijumpai di luar ruang sidang mengatakan pihaknya kecewa dan sudah siap menjalani persidangan hari saat itu. Namun, dia menilai fenomena tersebut biasa dalam persidangan.
"Ini kan karena ketua majelis tidak bisa hadir karena memang anggota tak berani melanjutkan persidangan. Tapi, itu nggak apa-apa. Nggak ada masalah," katanya.
Sukandia menyatakan pada prinsipnya tidak ada kerugian negara sepeser pun dalam perkara tersebut karena pejabat negara yang menjalankan tugasnya yakni kliennya bisa memberikan pelayanan dengan baik karena itu bukan perbuatan pidana.
"Walaupun disampaikan dengan tegas bahwa jaksa mengatakan ini menyebabkan pembengkakan PNBP Unud, kemudian didepositokan kemudian dipergunakan untuk keperluan di dalam, itu kan sepengetahuan dan persetujuan kementerian keuangan bukan untuk kepentingan pribadi. Semua aset itu atas nama negara," katanya.
Sebelumnya, pekan lalu terdakwa mantan Rektor Unud Prof. Antara menyampaikan nota pembelaannya atas dakwaan JPU. Pada intinya, dalam pembelaan tersebut Prof. Antara mengaku tidak melakukan tindakan korupsi sebagaimana didakwakan oleh JPU.
Karena itu, dia meminta majelis hakim untuk tidak menerima seluruh dakwaan yang didakwakan kepadanya. JPU menjerat Prof. Antara dengan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 9 serta Pasal 12 Jo.
Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
[Redaktur: Amanda Zubehor]