WahanaNews-Bali | Kejaksaan Agung (Kejagung) didesak untuk segera menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat tragedi 1965.
Desakan tersebut dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Bahkan Komnas HAM telah mengeluarkan rekomendasi agar kasus itu naik ke tingkat penyidikan.
Baca Juga:
Kasus Vina-Eki Cirebon: Kesimpulan Komnas HAM Simpulkan 3 Pelanggaran Polisi
Komisioner Komnas HAM, Choirun Anam mengatakan langkah itu harus segera diambil karena korban Tragedi 1965 banyak yang sudah tua. Bahkan, tak sedikit yang sudah meninggal dunia.
"Penting untuk segera melakukan penyelesaian kasus tersebut. Hampir semua kasus mengalami tantangan yang berat, korban semakin tua, bahkan ada yang meninggal, konsuekensinya pembuktian juga semakin berat," kata Anam, Senin (21/2).
Anam menjelaskan dari 13 kasus pelanggaran HAM berat, baru satu kasus yang masuk ke penyidikan yaitu kasus Paniai. Ia berharap Kejagung tidak meninggalkan Tragedi 1965.
Baca Juga:
Kasus Kematian Vina-Eki Cirebon: Komnas HAM Rekomendasi Polri Evaluasi Polda Jabar-Polres
"Kami berharap, tidak hanya kasus Paniai yang berproses namun kasus pelanggaran berat HAM lainnya," ujarnya.
Anam mengaku pihaknya sudah sering mengkomunikasikan kelajutan kasus tersebut dengan Kejagung. Pihaknya juga sering mendiskusikannya dengan Menko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD.
Dari diskusi itu, kata Anam, pemerintah mengklaim akan menindaklanjuti penyelesaian kasus HAM berat yang terjadi di masa lalu tersebut.
"Semua kasus pelanggaran berat HAM [dikomunikasikan dengan Kejagung]. Lama, yang sering malah dengan menkopolhukam. [Respons pemerintah] mengupayakan proses, termasuk Paniai itu bagian dari proses tersebut," katanya.
Rekomendasi Komnas HAM
Anam menjelaskan Komnas HAM sudah membentuk Tim Penyelidikan Pro Justisia untuk Tragedi 1965 pada 2008. Penyelidikan itu berlangsung selama 4 tahun.
Pada 23 Juli 2012, Tim Penyelidik Pro Justisia Komnas HAM mengumumkan hasil penyelidikanya. Hasilnya, Komnas HAM menemukan dugaan pelanggaran HAM berat dalam Tragedi 1965/1966.
Dari hasil penyelidikan itu, Komnas HAM mengeluarkan dua rekomendasi. Pertama, Komnas HAM meminta Jaksa Agung menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM dengan melakukan penyidikan.
Rekomendasi kedua, hasil penyelidikan Komnas HAM juga dapat diselesaikan melalui mekanisme nonyudisial demi terpenuhinya rasa keadilan bagi korban dan keluarganya (KKR).
"Kerja Komnas HAM tuntas sesuai dengan UU 26 /2000. Pembuktian pekerjaannya penyidik, bukan Komnas," kata Anam.
Anam pun berharap rekomendasi tersebut segera ditindaklanjuti. Sehingga, kata Anam, beban negara satu per satu berkurang.
"Langkah konkret penting untuk segera diambil, agar kasus itu terselesaikan dan tidak menjadi beban bangsa dan negara terus menerus," ucapnya.
Sebelumnya, Perdana Menteri Kerajaan Belanda, Mark Rutte meminta maaf atas tindakan negaranya pada periode agresi militer Belanda pascakemerdekaan Indonesia.
Salah satu korban pelanggaran HAM berat Tragedi 1965, Bedjo Untung, mengapresiasi sikap Pemerintah Belanda yang meminta maaf kepada Indonesia atas kekerasan yang dilakukannya pada medio 1945-1949.
Ia pun berpendapat pemerintah RI perlu melakukan hal serupa, khususnya kepada korban tragedi 1965.
"Ini adalah pukulan atau sindiran yang sangat keras kepada Pemerintah Indonesia yang semestinya juga melakukan hal yang sama, yaitu meminta maaf kepada para korban pelanggaran HAM berat, khususnya korban '65," kata Bedjo, Jumat (18/2). [dny]