Bali.WAHANANEWS.CO - Ekosistem ekonomi kreatif di Bali semakin berkembang pesat, termasuk di tengah bulan suci Ramadan.
Salah satu buktinya adalah kemeriahan Festival Kuliner Ramadan Kampung Sunda yang berlokasi di Gang Marlboro X, Pemecutan Kelod, Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar.
Baca Juga:
DPMPTSP Kulon Progo Buka Klinik Pendampingan LKPM Triwulan I 2025 untuk Pengusaha
Festival ini menjadi ajang bagi warga Sunda yang telah lama menetap di Bali untuk menampilkan kekayaan kuliner khas tanah Pasundan.
Berawal dari Konten TikTok
Penggerak Festival Kuliner Ramadan Kampung Sunda Bali, Asep Abdulloh (30), mengungkapkan bahwa ajang ini pertama kali digelar pada tahun 2025.
Baca Juga:
Perkuat Merek Lokal Berbasis Waralaba dan Lisensi, Kemendag dan ASENSI Luncurkan ILFEX 2025
Awalnya, Asep hanya berbagi keseharian warga Kampung Sunda melalui akun TikTok @kampungsunda_dibali yang dibuat pada 28 Desember 2024.
Video-videonya mendapat sambutan positif dari masyarakat Sunda di Bali, hingga akhirnya berkembang menjadi inisiatif pasar mingguan.
"Awalnya saya hanya berbagi kehidupan sehari-hari warga sekitar di sini, tidak ada niat untuk branding. Namun, setelah melihat antusiasme pengikut di TikTok, saya mencoba membuat agenda Pasar Sabtu-Minggu dengan penjual Bakso Tasikmalaya dan Soteng khas Bandung pada Januari 2025," ujar Asep, melansir bali.Idntimes, Minggu (16/3/2025) sore.
Setelah dua bulan berjalan, Asep berani mengambil langkah lebih besar dengan mengadakan Festival Kuliner Ramadan Kampung Sunda Bali, yang berlangsung dari 1 hingga 20 Maret 2025.
"Bulan puasa ini saya coba bikin festival, akhirnya meledak seperti ini. Alhamdulillah sudah bisa berjalan dengan baik dan responnya sangat positif," ucapnya.
Dari Tiga Lapak Menjadi Puluhan Pedagang
Di antara para pedagang yang ikut serta, terdapat Euis dan Febri, yang baru pertama kali berjualan dalam skala festival. "Senang bisa berjualan dan ikut menaikkan UMKM di sini," kata Euis sambil menggoreng ote-ote khas Sunda.
Asep menjelaskan bahwa awalnya hanya ada tiga lapak yang berjualan, tetapi dengan meningkatnya jumlah pengunjung, semakin banyak warga yang tertarik ikut berdagang.
Saat ini, Kampung Sunda dihuni oleh 175 kepala keluarga (KK), dan sebagian besar warganya berasal dari Tasikmalaya, Garut, serta Bandung.
"Awalnya hanya tiga orang dari warga sini yang berjualan. Saya juga mengajak tiga orang pedagang Sunda dari luar Kampung Sunda yang memang sudah memiliki restoran. Namun, melihat keramaian yang terjadi, warga di sini pun ikut serta berjualan," tambahnya.
Tarif sewa lapak yang diterapkan cukup terjangkau, yakni Rp250 ribu untuk 20 hari.
Biaya ini masih tergolong rendah mengingat festival ini baru pertama kali diadakan, dan banyak warga yang masih merintis usaha kuliner mereka.
Perkembangan Ekonomi Kreatif
Asep menekankan pentingnya media sosial dalam mendorong minat pengunjung. Setiap hari, ia melakukan siaran langsung selama sekitar 10 menit untuk mempromosikan festival ini kepada audiens TikTok dan media sosial lainnya.
"Saya akui sekarang handphone itu sangat berpengaruh. Sebelum ini saya memiliki usaha jual beli motor, tetapi selama festival berlangsung, saya hentikan dulu untuk fokus pada kegiatan ini," ujarnya.
Selain itu, untuk memastikan keamanan dan kenyamanan festival, Asep telah berkoordinasi dengan pecalang (keamanan desa adat) setempat.
Perkiraan omzet kotor harian setiap lapak mencapai sekitar Rp1,5 juta, menunjukkan bahwa festival ini memiliki dampak ekonomi yang cukup signifikan bagi para pedagang.
Tidak hanya dari sisi ekonomi, keberlanjutan festival ini juga didukung oleh berbagai elemen, termasuk dekorasi lampu-lampu yang memperindah suasana serta dukungan dari komunitas lokal.
Asep berharap, Festival Kuliner Ramadan Kampung Sunda Bali dapat terus diadakan setiap tahun, menjadi agenda tetap yang tidak hanya menghidupkan UMKM tetapi juga melestarikan budaya Sunda di Bali.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]