WahanaNews-Bali | Deddy Corbuzier ditegur oleh AM Hendropriyono. Teguran dilakukan lewat telepon setelah dirinya menonton pertandingan tinju antara Azka Corbuzier melawan Vicky Prasetyo, pada Kamis (31/3/2022).
Guru Besar Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM) dan Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STINI) itu juga memberikan teguran kepada putranya, AM Hendropriyono, Diaz Hendropriyono dan Linda Hendropriyono yang hadir dalam pertandingan tinju tersebut.
Baca Juga:
Hukum Mati dan Kebiri Adalah Amoral
Hendropriyono awalnya mengaku bangga terhadap acara yang berlangsung pada 31 Maret 2022 tersebut.
“Saya sangat bangga dan terharu menonton penampilan Azka tercinta ketika berhadapan dengan Vicky Prasetyo dalam laga-tanding 31 Maret 2022 yang lalu,” katanya, Sabtu (2/4/2022).
Hendropriyono bahkan menyebut acara baru menarik yang cerdas dari Deddy Corbuzier tersebut adalah pertandingan sejati, yang bukan gimmick atau pertunjukan abal-abal.
Baca Juga:
Dokter Alex Perkasa, Hmm… Siapanya Panglima TNI Terpilih Nih?
"Saya, setuju terhadap cara Deddy mendidik putranya agar menjadi lelaki yang bermental dan fisik yang kokoh, berani dan kuat," katanya
“Namun saya terperanjat, ketika Deddy ayah kandungnya (Azka, red.) mengatakan ‘May be one day you and me in the ring’ yang disambut oleh hadirin dengan tepuk tangan yang riuh, seolah menyetujui pernyataan Deddy itu,” kata Hendropriyono.
Hendropriyono tidak setuju terhadap ucapan Deddy dan sikap para penonton itu, termasuk di antara mereka ada anak-anaknya.
“Sebelum nanti telanjur, saya harap ucapan Deddy tidak dilaksanakan, walaupun Azka boleh terus menekuni olah raga tinju ini jika dia memang suka,” ujarnya.
Keluarga kita, lanjut Hendropriyono, terikat kepada ajaran moral yang tidak boleh tega melihat ayah atau anak kita sendiri tersungkur karena pukulan kita.
“Saya juga tidak happy dengan ekspresi kekaguman massa yang seketika, sampai menenggelamkan pengetahuan etika Pancasila yang kita hayati,” tambah Hendropriyono.
"Bangsa kita tidak boleh senang menonton ayah dan anak pukul-pukulan di mana pun dengan alasan apapun, karena tidak mendidik masyarakat agar berhenti saling gontok-gontokan selama ini," tegasnya.
Menurut Hendropriyono, dirinya yang menjadi Ketua Umum Komisi Tinju Indonesia (KTI) tahun 1994-1998 itu pernah berdiskusi dengan George Foreman Juara Tinju Dunia tertua dalam sejarah yang berkunjung di Bandung, tentang moral dan etika yang diperlukan bagi seorang petinju baik amatir maupun profesional.
“Saya juga mencatat perasaan sedih dan menyesal puluhan petinju kita, yang lawannya bertanding meninggal dunia di kanvas ring tinju. Termasuk kesedihan James Mokoginta, pelatih cucu saya Rafael Hendropriyono, atas pertandingan tinju Mokoginta bulan Februari yang menewaskan Hero Tito,” kata Hendropriyono.
Tidak ada sanksi yang dapat dikenakan dalam tindak pidana yang terjadi baik sengaja maupun tidak, dalam gelanggang olahraga apapun di dunia ini termasuk tinju. Namun sanksi moral dan etika tetap berlaku bagi mereka yang menyebabkan cedera, terlebih lagi sampai matinya orang lain.
"Moral adalah ajaran yang diterima oleh orang sejak dia lahir ke dunia ini dari lingkungan keluarganya, sehingga terjalin rasa cinta kasih sayang yang terbungkus dalam kemampuan psikomotorik. Artinya, kasih sayang Azka dan sebaliknya kepada Deddy Corbuzier merupakan inti dari ilmu ketangkasan Azka dalam bertinju," jelasnya.
Dijelaskan Hendropriyono, norma moral adalah suatu kurungan besi dalam setiap keluarga termasuk hubungan kakak beradik (siblings), yang tidak dapat membebaskan umat manusia untuk saling berhadap-hadapan di arena combat sport (olahraga pertarungan fisik) apapun.
Ia pun mencontohkan Kakak beradik Vitali dan Wladimir Klitchko yang tidak pernah menerima tawaran match-maker (penata-tanding) dengan bayaran yang sangat mahal sekalipun untuk mau saling berhadapan.
Bahkan mereka saling dukung-mendukung, sehingga berhasil membangun suatu dinasti tinju penakluk dunia yang melegenda sejak 1990.
“Jika Deddy tetap melaksanakan apa yang dinyatakannya untuk memukul atau dipukul Azka, saya akan menjatuhkan double penalty (hukuman rangkap) karena pelanggaran ajaran moral keluarga dan etika Pancasila sekaligus,” kata Hendropriyono.
Hendropriyono melanjutkan, dengan memegang teguh sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab sebagai penjuru dalam menghayati sila-sila lainnya, diharapkan para legislator Indonesia tergerak dan terpanggil untuk membuat Undang-undang Olah Raga Tinju dan pertarungan fisik lainnya.
Inti Undang-undang ini adalah melarang pertandingan antar anggota keluarga dan juga melarang permainan kotor yang melanggar disiplin olah raga pertarungan fisik.
Dengan demikian tidak akan ada norma moral yang dilanggar dan tidak ada perbuatan hukum yang melanggar Undang-undang Nomor 11/2022 tentang Keolahragaan. [dny]