Bali.WAHANANEWS.CO, Denpasar - Pemerintah Provinsi Bali memiliki komitmen kuat untuk memanfaatkan pembangkit listrik yang ramah lingkungan sebagai bagian dari strategi mencapai kemandirian energi dan membangun ekosistem kehidupan berkelanjutan di Pulau Dewata.
Wayan Koster sebagai Gubernur Bali telah menegaskan bahwa pembangunan pembangkit listrik di wilayahnya harus memperhatikan aspek lingkungan.
Baca Juga:
Kajati Bali Resmikan Bale Masawitra dan Umah Restorative Justice di Bangli
"Agar Bali bersih harus menggunakan pembangkit ramah lingkungan," jelas Koster beberapa waktu lalu di sebuah acara.
Gubernur Koster ingin mengurangi ketergantungan Bali terhadap pasokan listrik dari luar daerah, terutama dari PLTU Paiton di Jawa Timur yang saat ini masih menjadi salah satu pemasok utama listrik ke Bali.
Saat ini, pasokan listrik di Bali didukung oleh berbagai pembangkit lokal seperti PLTU Celukan Bawang (380 MW), PLTG Pesanggaran (200 MW), PLTD Pesanggaran (299 MW), PLTGU Pemaron (97,6 MW), PLTG Gilimanuk (130 MW), dan PLTD Kutampi (11,7 MW).
Baca Juga:
PHRI Bali Gelisah: Wisatawan Ramai, tapi Hotel Sepi Pengunjung
Namun, mewujudkan pembangkit non-batubara dengan kapasitas besar menghadapi berbagai tantangan karena pembangunan pembangkit ramah lingkungan berkapasitas tinggi memerlukan biaya besar dan teknologi tidak sederhana.
Beberapa alternatif pembangkit ramah lingkungan telah mulai diimplementasikan, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang sudah diterapkan di berbagai lokasi mulai dari perkantoran hingga rumah tangga di Bali dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut PLN, tantangan utama dalam pembangunan PLTS skala besar adalah kebutuhan lahan yang luas, sementara lahan di Bali sangat terbatas. Estimasinya, setiap hektar lahan hanya mampu menghasilkan listrik sebesar 1 MW.
Senior Manager Distribusi PLN UID Bali, Putu Eka Astawa menjelaskan bahwa meskipun seluruh atap gedung di Bali dipasangi panel surya, kapasitas listrik yang dihasilkan hanya sekitar 100 MW atau sekitar 10% dari total kebutuhan listrik di Bali.
"Jadi hanya 10% dari kebutuhan listrik di Bali," jelas Eka kepada media.
Eka menambahkan bahwa pada 2025, sesuai arahan Gubernur Bali, akan dimulai pemasangan PLTS rooftop di kantor-kantor pemerintahan dengan target tahap pertama menghasilkan 19-20 MW, yang diharapkan dapat meningkatkan pasokan listrik dari sumber energi terbarukan.
Bali juga telah mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTMH) di beberapa bendungan, seperti di bendungan Titab yang menghasilkan daya sebesar 20 Kwp, serta PLTMH Muara Panji di Buleleng dengan kapasitas 2,3 MW.
Selain PLTS, pemerintah pernah mempertimbangkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Bedugul, Tabanan.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, potensi panas bumi di Bedugul mencapai 225 MW. Namun, proyek ini terhenti akibat kontroversi terkait kekhawatiran masyarakat mengenai dampaknya terhadap kualitas air.
Selain masalah lingkungan, berdasarkan pemberitaan bisnis tahun 2015, Gubernur Bali sebelumnya, I Made Mangku Pastika, tidak menyetujui rencana pembangunan PLTP tersebut.
Mangku menegaskan, "Saya tidak pernah menyetujui proyek tersebut dilanjutkan sehingga masyarakat tidak perlu resah dan khawatir."
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]