Bali.WahanaNews.co| Laporan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebutkan bahwa 71 petugas Pemilu 2024 telah kehilangan nyawa.
Informasi ini disampaikan oleh Ketua KPU, Hasyim Asy'ari, dalam konferensi pers yang dilakukan di kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, pada Senin (19/2/2024).
Baca Juga:
Kampanyekan Salah Satu Paslon, ASN di Cianjur Ditetapkan Polisi Jadi Tersangka Pidana Pemilu
Hasyim menyatakan, "Dari tanggal 14 Februari hingga 18 Februari 2024 pukul 23.58 WIB, berdasarkan catatan kami, jumlah orang yang meninggal mencapai 71."
Dia menjelaskan bahwa dari total jumlah tersebut, satu orang merupakan anggota panitia pemilihan kecamatan (PPK) di tingkat kecamatan, dan empat orang merupakan anggota panitia pemungutan suara (PPS) di tingkat desa/kelurahan.
"Kemudian anggota KPPS di tingkat TPS ada 42 orang, kemudian Linmas yang menjaga kemanan pemungutan perhitungan suara di TPS yang meninggal ada 24 orang," ujarnya.
Baca Juga:
Soal Hasil Pilpres 2024: PTUN Jakarta Tak Terima Gugatan PDIP, Ini Alasannya
Sementara itu, Hasyim menyebut, terdapat sebanyak 4.567 petugas Pemilu 2024 yang dalam kondisi sakit.
"Untuk yang sakit sebanyak 4.567," ujarnya.
Hasyim menjelaskan, petugas yang sakit yakni 136 orang di tingkat kecamatan atau PPK, 696 orang di tingkat PPS desa/kelurahan.
"Kemudian anggota KPPS ada 3.371 orang. Untuk Linmas yang sakit 364 orang," jelasnya, dikutip dari Breaking News KompasTV.
Dalam kesempatan itu, Hasyim juga memastikan bahwa petugas Pemilu 2024 yang sakit dan meninggal dunia usai bertugas akan mendapatkan santunan.
"Untuk menyalurkan (santunan) perlu verifikasi data dan dokumen-dokumen pendukung seperti surat keterangan kematian, surat sehat apakah sedang dirawat atau tidak," ucapnya.
Sementara itu, Bawaslu melaporkan ada 1.322 pengawas yang memerlukan penanganan kesehatan, seperti yang diungkapkan oleh Anggota Bawaslu Herwyn JH Malonda pada Senin (19/2/2024).
Menurutnya, Bawaslu telah menetapkan peraturan teknis mengenai bantuan kepada mereka yang mengalami masalah kesehatan, bahkan hingga meninggal dunia.
Herwyn menjelaskan bahwa dari total tersebut, 27 orang telah meninggal dunia, 71 orang mengalami kecelakaan, 147 orang dirawat inap, dan 1.077 orang menjalani perawatan jalan.
Dia menyampaikan bahwa dari jumlah yang meninggal dunia, 13 pengawas meninggal dalam rentang waktu 14-19 Februari 2024, yang mencakup hari pencoblosan dan perhitungan suara.
Sementara 14 orang lainnya meninggal pada tahun 2023, tujuh di antaranya pada rentang waktu 1 Januari-13 Februari 2024.
Herwyn mengucapkan belasungkawa atas kehilangan para Pengawas Pemilu Pahlawan Demokrasi dan memberikan apresiasi yang tinggi atas dedikasi dan pengabdian mereka dalam mengawasi Pemilu untuk memastikan keberlangsungan demokrasi di Indonesia.
Namun menurut Herwyn, Bawaslu masih memantau setiap laporan yang masuk jika ada angka kemalangan yang bertambah. S
embari hal itu dilakukan, dia memastikan Bawaslu terus akan memantau penanganan kesehatan jajaran pengawas pemilu terlebih bagi yang masih bertugas dalam pemungutan suara ulang/susulan.
Untuk pemberian santunan, Herwyn menjelaskan Bawaslu sudah mengeluarkan Surat Keputusan Bawaslu Nomor 11 tahun 2023 tentang pemberian santunan kecelakaan kerja bagi pengawas Pemilu ad hoc.
"Bawaslu memberikan uang santunan sebesar Rp 36 juta bagi yang meninggal dunia dan Rp 10 juta untuk biaya pemakaman. Bagi pengawas pemilu yang mengalami cacat permanen diberikan Rp16,5 juta, luka berat Rp16,5 juta, dan luka sedang Rp8.250.000," jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pun menyebutkan ada beberapa hal yang menyebabkan jajaran pengawas dapat meninggal atau sakit.
Walau presentase angka kematian jauh turun dibanding Pemilu 2019, Budi menyatakan Kemenkes menyayangkan satu nyawa masih banyak untuk angka kematian.
"Kemenkes melihat satu nyawa meninggal itu sudah banyak karena masyarakat pasti berduka. Kami sampaikan hasil skrining petugas yang beresiko tinggi itu paling banyak karena hipertensi, lalu jantung," ucap Budi.
Mewakili pemerintah, Budi mengusulkan agar Bawaslu dan KPU memberikan prioritas pada proses skrining sebelum pendaftaran petugas.
Menurutnya, pendekatan ini dapat mengurangi angka kematian karena hanya individu yang berada dalam keadaan sehat yang akan dipekerjakan sebagai petugas di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
"Mau daftar ya jangan sakit makanya harus lebih ketat lagi (seleksinya). Mereka ini jam kerjanya 10-12 jam loh, berat dan khusus, kami mengusulkan agar itu menjadi syarat menjadi petugas ke depannya," pinta dia.
Sebagai informasi, pada Pemilu 2019 terdapat 2.558 orang yang mendapatkan penanganan kesehatan.
Dalam rinciannya sebagai berikut, 92 orang meninggal dunia, 24 orang luka berat dan keguguran, 21 orang kekerasan dan penganiaayaan, 275 orang kecelakaan, 438 orang rawat inap dan 1708 orang rawat jalan.
[Redaktur: Frans Dhena]