Begitu juga dengan pembangkit tenaga bayu atau angin, saat angin kencang produksi PLTB naik dan operasi pembangkit base load dikurangi, lalu ketika tiupan angin melemah, maka pembangkit listrik base load dimaksimalkan kembali.
"Begitu ada sistem energi terbarukan yang intermitten keluar-masuk keluar-masuk, ngegas, ngerem, ini menjadi suatu ekosistem yang sangat kompleks. Fluktuasi yang dulunya terjadi pada demand sekarang fluktuasi juga terjadi pada pasokan listrik," jelas Darmawan.
Baca Juga:
Terus Komit Lanjutkan Transisi Energi Bersih, ALPERKLINAS Apresiasi MoU PLN dengan MASDAR UEA untuk Pengembangan PLTS Terapung di Indonesia
"Kami melakukan modernisasi dan digitalisasi dari control room kami, sehingga semua naik turun listrik bisa kami lakukan dengan cepat. Kami lakukan digitalisasi pembangkit, sehingga ngegas dan ngerem-nya bisa kami lakukan dengan cepat," imbuhnya.
Sejauh ini, PLN telah melakukan digitalisasi pembangkit baik sistem dari PT Indonesia Power maupun dari PT Pembangkitan Jawa Bali yang masing-masing punya sistem digital untuk pembangkit berupa ICORE dan REOC.
Tak hanya itu, perseroan juga telah melakukan peluncuran green booster yang merupakan sistem digital untuk mengelola penambangan energi terbarukan.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Sangat Mendukung Konsumen Listrik Besar Bangun Pembangkit Sendiri
Lebih lanjut Darmawan menjelaskan digitalisasi itu tidak hanya dilakukan pada pembangkit listrik saja, tetapi juga transmisi maupun distribusi listrik, bahkan sistem lelang juga tak luput dari program digitalisasi.
"Semuanya kami digitalisasi karena kami menganggap ini mengalami perubahan yang luar biasa, yaitu masuknya renewable energy dengan jumlah yang sangat besar," terangnya. [dny]