WahanaNews-Bali | Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) buka suara untuk menjelaskan fenomena hujan es yang baru-baru ini terjadi di wilayah Kintamani, Bangli, Bali.
"Fenomena hujan es atau hail, merupakan fenomena cuaca alamiah yang biasa terjadi dan termasuk dalam kejadian cuaca ekstrim," kata Cahyo Nugroho selaku Kepala Balai Besar MKG (BBMKG) Wilayah III Denpasar, Bali, Selasa (1/2).
Baca Juga:
Sejumlah Rumah Warga di Sumsel Rusak Akibat Fenomena Hujan Es
Ia menerangkan, kejadian hujan lebat disertai kilat atau petir dan angin kencang berdurasi singkat lebih banyak terjadi pada masa transisi atau musim pancaroba dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya.
Cahyo melanjutkan, fenomena hujan es atau hal ini disebabkan oleh pembentukan awan cumulonimbus (CB).
"Pada awan ini, terdapat tiga macam partikel yaitu butir air, butir air super dingin, dan partikel es. Sehingga, hujan lebat yang masih berupa partikel padat baik es atau hail dapat terjadi tergantung dari pembentukan dan pertumbuhan awan cumulonimbus tersebut," imbuhnya.
Baca Juga:
Pekanbaru Alami Fenomena Hujan Es, Ini Penjelasan BMKG
Sementara itu, proses pembentukan es terjadi karena pergerakan massa udara yang kuat dan pergerakan massa udara naik dan turun yang sangat kuat.
Proses itu dikenal dengan istilah strong updraft and downdraft di dalam awan cumulonimbus.
"Pergerakan massa udara naik atau updraft yang cukup kuat, dapat membawa uap air naik hingga mencapai ketinggian. Dan, dimana suhu udara menjadi sangat dingin sehingga uap air membeku menjadi partikel es," jelasnya.
Kemudian, partikel es dan partikel air super dingin akan bercampur dan teraduk-aduk akibat proses updraft dan downdraft hingga membentuk butiran es yang semakin membesar.
Saat butiran es sudah terlalu besar, pergerakan massa udara naik tersebut tidak akan mampu lagi mengangkatnya sehingga butiran es akan jatuh ke permukaan bumi menjadi hail atau hujan es.
"Strong updraft di suatu daerah, dapat terbentuk akibat adanya pemanasan matahari yang intens, pemanasannya sangat optimal atau kuat antara pagi hingga siang hari, serta dapat dipengaruhi oleh topografi suatu daerah," ungkapnya.
Selanjutnya tingkat pembekuan yang rendah dikenal dengan istilah lower freezing level.
Pada fenomena hujan es atau hail, lapisan tingkat pembekuan atau freezing level mempunyai kecenderungan turun lebih rendah dari ketinggian normalnya.
"Hal ini menyebabkan butiran es yang jatuh ke permukaan bumi tidak mencair sempurna. Lapisan tingkat pembekuan atau freezing level merupakan lapisan pada tinggian tertentu di atas permukaan bumi. Dimana suhu udara bernilai nol derajat celsius," ujarnya.
"Pada ketinggian ini, butiran air umumnya akan membeku menjadi partikel es. Di Indonesia, umumnya lapisan tingkat pembekuan atau freezing level berada pada kisaran ketinggian antara 4 (hingga) 5 km di atas permukaan laut," sambungnya.
Ia juga menyebutkan untuk sifat fenomena hujan es, hujan baru bisa disebut hujan es jika memenuhi sifat-sifat fenomena hujan es atau hail.
Luasannya berkisar 5 hingga 10 kilometer, waktunya singkat sekitar kurang dari 10 menit, dan lebih sering terjadi pada peralihan musim.
Seperti yang diberitakan, fenomena hujan es kembali terjadi di wilayah Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali. Fenomena itu, terekam oleh warga dan menjadi viral di media sosial, pada Selasa (1/2).
Video itu, diunggah oleh akun @laluna.nail yang menyebutkan bahwa di wilayah Kintamani, terjadi hujan es, pada Selasa (1/2).
Selain itu, juga beredar butiran hujan es yang bulat seperti kelereng yang terjadi di wilayah Batur, Kecamatan Kintamani, Bangli. [dny]