Bali.WAHANANEWS.CO - Bali mengalami defisit beras pada tahun 2024, dengan kebutuhan mencapai 412.929 ton sementara produksinya hanya 365.424 ton.
Kekurangan ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk penyempitan lahan pertanian dan berkurangnya jumlah petani di Bali.
Baca Juga:
Wakapolda Gorontalo: Sinergi Polri dan Petani Diperlukan untuk Ketahanan Pangan Nasional
Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Prof. Dr. Ir. Dewa Ngurah Suprapta, M.Sc., mengungkapkan permasalahan ini dalam Kuliah Umum mahasiswa Tokyo University, Jepang, di Gedung Agrokompleks, Kampus Unud Sudirman, Denpasar, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, penerapan sistem smart farming dapat menjadi solusi peningkatan produktivitas pertanian.
Namun, sejumlah kendala masih menghambat implementasinya, seperti usia petani yang mayoritas lansia dan tingkat pendidikan yang relatif rendah.
Baca Juga:
Polda Sulut Tanam Jagung 105,7 Hektar Dukung Program Ketahanan Pangan Nasional
Selain itu, kepemilikan lahan yang rata-rata kurang dari 0,5 hektare serta kondisi topografi yang berbukit menjadi tantangan tersendiri dalam modernisasi pertanian.
"Kita bisa mengenalkan teknologi modern secara bertahap, misalnya penggunaan drone untuk penyemprotan pestisida di satu subak seluas 100 hektare. Ini bisa jadi lebih efisien dan menguntungkan," ujarnya.
Bali saat ini mengalami defisit beras sebesar 47.505 ton, sehingga diperlukan kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan untuk meningkatkan produksi dan mengatasi ketimpangan ini.
Sebagai bagian dari agenda akademik, enam mahasiswa Jepang didampingi tiga profesor dari Tokyo University mengunjungi Universitas Udayana serta beberapa kawasan pertanian di Bali.
Rombongan dipimpin oleh Profesor Yasunobo Matsumoto dari Animal Science, Tokyo University.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]