Bali.WahanaNews.co| Krisis pengelolaan sampah yang terjadi di Bali membutuhkan prioritas penanganan segera untuk mencegah dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi yang merugikan masyarakat Bali.
Demikian salah satu kesimpulan dari Diskusi Bali Bicara Darurat Sampah yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR), yang tergabung dalam Koalisi Bali Emisi Nol Bersih, bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Bali, di Annika Linden Center, Denpasar, dilansir dari Nusa Bali.com, Sabtu (15/2/2025 edisi (10/2/2025).
Baca Juga:
Peringatan Peduli Sampah Nasional 2025 Dibuka Gubernur Kalsel Lewat Aksi Bersih
Dalam jangka pendek, perlu ada solusi untuk mengatasi penuhnya Tempat Penampungan Akhir (TPA) Suwung sehingga tidak mengorbankan kepentingan publik yang lebih luas.
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), timbulan sampah di Provinsi Bali pada 2024 mencapai 1,2 juta ton. Kota Denpasar menjadi penyumbang terbesar dengan jumlah sampah sekitar 360 ribu ton, dengan sampah organik yang berasal dari sisa makanan dan ranting kayu mendominasi, mencapai 68,32 persen.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan dalam kurun waktu 2000-2024, timbulan sampah di Bali naik 30 persen. Penyebab meningkatnya timbulan sampah di antaranya kurangnya kesadaran pengelolaan sampah di sebagian besar masyarakat, termasuk kenaikan wisatawan ke Bali.
Baca Juga:
BSN Gelar Rapat Kerja Bahas Pengelolaan Sampah Berkelanjutan di Gedung PBNU
Selain itu, meski pemerintah kabupaten dan kota memiliki aturan terkait sampah (seperti pemilahan sampah), penegakan aturan dan keterbatasan infrastruktur pengelolaan sampah, serta gaya hidup konsumtif dengan penggunaan kemasan plastik sekali pakai masih menjadi penyumbang meningkatnya volume sampah.
“Kenaikan timbulan sampah, tidak dibarengi dengan kemampuan pengelolaan dan ketersediaan infrastruktur persampahan di Bali, menyebabkan fasilitas ini tidak mampu lagi menampung volume sampah yang terus meningkat,” kata Fabby.
Fabby menuturkan penyelesaian masalah sampah memerlukan pendekatan holistik dan terpadu dengan menekankan pada ekonomi sirkuler yaitu penegakan hukum, pembangunan infrastruktur persampahan, khususnya TPA, pemberian insentif/disinsentif ekonomi yang mencerminkan biaya pengolahan sampah, serta memobilisasi partisipasi masyarakat untuk mengurangi sampah,dan mengolah sampah organik di sumber atau di tingkat komunitas.