WahanaNews-Bali | Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mengajak semua pihak menyusun langkah konstruktif untuk menghentikan polemik terkait bisnis tes Polymerase Chain Reaction atau PCR.
Polemik berkepanjangan yang dipicu mahalnya harga tes PCR sangat meresahkan pengusaha dan masyarakat.
Baca Juga:
Perseteruan Kadin Memanas Lagi, Pengurus Munaslub Disebut Langgar Aturan
Keresahan ini muncul karena diduga ada pihak tidak bertanggung jawab, yang sengaja bermain di tengah pusaran bisnis tes PCR.
Demikian diungkapkan Koordinator Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Peningkatan Kualitas Manusia, Ristek, dan Inovasi, Carmelita Hartoto pada diskusi bertajuk “Mafia vs Pelaku Usaha Profesional di Tengah Kebijakan Polemik PCR” yang diselenggarakan Kadin Indonesia Bidang Kesehatan secara daring, pada Jumat (12/11/2021).
Carmelita secara khusus mengajak semua pihak bersikap terbuka dan menggunakan data konkret untuk mengkaji keberlangsungan bisnis tes PCR sehingga masyarakat tidak terjebak dalam polemik PCR.
Baca Juga:
Kadin: Pemimpin Solo Masa Depan Harus Pahami Masalah untuk Kesejahteraan Masyarakat
Saat ini, banyak beredar informasi yang bias dan distorsi komunikasi yang mengakibatkan terjadinya kesimpangsiuran pemberitaan di media.
“Mari kita telaah bersama. Yuk, kita taruh semua fakta di meja dan kita amati bersama. Sehingga kita bisa melihat topik ini dengan lebih komprehensif, lebih jernih sehingga mengurangi bias informasi dan distorsi di tengah publik,” kata Carmelita.
Ia mengatakan, disaat pengusaha secara bahu-membahu bersama pemerintah mengatasi pandemi, ada pihak yang secara sengaja memanfaatkan situasi.
“Kita masih di tengah pandemi. Peperangan ini belum usai. Yes we won the last battle, but we still in the war. Kita harus terus waspada,” tegas dia.
Menurut Carmelita, saat ini pengusaha sangat serius berusaha memulihkan sektor kesehatan agar dapat membangkitkan kembali ekonomi nasional, yang terpuruk akibat terjangan gelombang pandemi Covid-19.
“Selama kesehatannya tidak berkembang, maka ekonominya juga melempem. Nah, dalam lintasan waktu inilah, kita sampai dalam momen polemik bisnis PCR, setelah gelombang Covid-19 beberapa bulan lalu yang sangat mengerikan itu mereda. Publik sekarang juga dibawa masuk ke polemik ini,” jelas dia.
Diakui Carmelita, pemeriksaan PCR adalah salah satu instrumen dalam penanganan pandemi Covid-19, meskipun harganya mahal dan sebagian besar peralatan yang digunakan diimpor.
Pada sekitar April 2020, lanjutnya, uji specimen di Indonesia hanya sekitar 7.000-an per hari, dibandingkan Malaysia yang mencapai puluhan ribu per hari dan Korea Selatan berkisar ratusan ribu specimen per hari.
“Kita kedodoran waktu itu. Tentu, kondisi ini membutuhkan kerja bersama, dan pemerintah mulai mendorong tes di laboratorium swasta. Pada bulan Juni 2020, akhirnya 147 rujukan seluruh Indonesia sudah bisa melakukan uji specimen dan kita bisa melakukan hingga 15.000 test per hari,” jelas Carmelita.
Carmelita mengatakan, kerja sama pemerintah dan industri kesehatan akhirnya membuahkan hasil, dimana pada pertengahan tahun 2020, PT Bio Farma (Persero) berhasil memproduksi alat tes PCR. Bahkan, secara bersamaan banyak lokasi tes PCR dan antigen juga dibuka di berbagai daerah.
“Terus terang, tak semua laboratorium bisa melakukan pengujian. Tes harus dilakukan di laboratorium dengan standar Biosafety Level 2. Ini saya lho, yang bukan pengusaha di sektor kesehatan, jadi cukup objektiflah melihat,” ujarnya.
Anggota Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena berharap semua pihak untuk bersikap dewasa dengan membuka data secara apa adanya sehingga penurunan harga tes PCR tidak menyulitkan pelaku usaha.
Dikatakan, penurunan harga tes PCR sama seperti kebijakan Presiden Joko Widodo saat menerapkan BBM satu harga di Papua sehingga harganya sama dengan daerah lainnya di Indonesia.
“Nah, karena tes PCR adalah golden standard dalam penanganan Covid-19, pemerintah juga mulai memikirkan untuk mendistribusikan dengan adil tes PCR ke seluruh Tanah Air dan memberikan subsidi untuk daerah-daerah yang berpotensi kenaikan kasus positif cukup tinggi,” katanya. [dny]