Selain itu, integrasi sistem antarlembaga dan kerja sama dengan platform penyewaan daring dinilai penting untuk mengakses dan memverifikasi data transaksi properti.
“Kita perlu Perda Nominee dan alih fungsi lahan. Selain itu diperlukan adanya integrasi sistem antar lembaga dan kolaborasi dengan platform penyewaan online untuk mengakses dan memverifikasi data transaksi penjualan, seperti yg telah dilakukan negara tetangga Thailand, Singapura, Selandia Baru, Dubai dsb,” lanjutnya.
Baca Juga:
Pemkab Bulungan Fokus Tingkatkan Produksi dan Pertanian Berkelanjutan Demi Kedaulatan Pangan
Ia memperingatkan bahwa bila villa ilegal terus dibiarkan, dampaknya bisa sangat luas, mulai dari risiko terhadap keselamatan dan keamanan, hingga degradasi lingkungan serta ketimpangan pendapatan daerah.
“Oleh karenanya kami menawarkan solusi dan rekomendasi langkah yang harus ditempuh, yaitu pembaruan regulasi, pengawasan, penegakan regulasi serta digitalisasi perizinan dan pelaporan, implementasi sistem pembayaran pajak online, sistem terintegrasi dan kolaborasi dengan platform penyewaan online,” sebut Dwi.
“Perlu adanya komitmen kuat dari pemerintah daerah dan pusat untuk menindak tegas pelanggaran, menyelaraskan regulasi, dan memastikan pendapatan daerah tidak bocor karena villa ilegal. Jika dibiarkan, bukan hanya pasar yang rusak, tapi juga keberlanjutan lingkungan dan identitas agraris Bali akan ikut tergerus,” pungkasnya.
Baca Juga:
Step Up Hotel Langgar Aturan, Tapi Tak Ditindak: Siapa yang Melindungi?
[Redaktur: Ajat Sudrajat]